LIKUIDASI



DEFINISI LIKUIDASI DAN PERBEDAANNYA DENGAN DISOLUSI
Likuidasi
Likuidasi adalah berhentinya kegiatan operasi perusahaan (pembubaran usaha) secara keseluruhan dengan menjual sebagian atau seluruh aktiva perusahaan, membayar semua utang pajak, kewajiban pada pihak ketiga dan sisanya dibagikan kepada para sekutu sesuai dengan rasio laba / rugi.
Berhentinya persekutuan sebagai bisnis mencakup penghentian aktivitas bisnis persekutuan yang disebut entitas likuidasi persekutuan. Likuidasi persekutuan mencakup konversi aktiva bukan kas menjadi kas, pengakuan untung dan rugi selama masa likuidasi, pembayaran kewajiban, dan distribusi kas kepada sekutu pada saat berakhirnya usaha. Laporan keuangan utama untuk likuidasi persekutuan ialah laporan likuidasi persekutuan yang meringkas seluruh transaksi dan peristiwa finansial selama masa likuidasi. Laporan ini juga digunakan sebagai dokumen resmi untuk likuidasi yang dilakukan melalui pengadilan. 

Likuidasi sederhana mengacu pada konversi seluruh aktiva menjadi kas sebelum distribusi dilakukan kepada sekutu. Ketika persekutuan dilikuidasi dengan pendistribusian bertahap kepada sekutu, kas didistribusikan kepada sekutu setelah kewajiban dibayar, tetapi sebelum untung ataupun rugi likuidasi diakui. Untuk mencegah pembayaran yang berlebihan kepada sekutu, jumlah kas yang didistribusikan dihitung dengan dua asumsi yaitu seluruh sekutu secara pribadi tidak likui dan seluruh aktiva bukan kas rugi. Dengan asumsi ini ada dua pendekatan utama untuk menghitung jumlah pembayaran aman kepada sekutu pada tiap tahap distribusi. Pendekatan pertama ialah menyiapkan skedul pembayaran aman untuk setiap tahap distribusi dan pendekatan kedua adalah menyiapkan rencana distribusi kas yang digunakan selama proses likuidasi. 

Disolusi
Masuknya sekutu baru atau pengunduran diri sekutu lama atau meninggalnya sekutu lama akan mengakibatkan disolusi (pembubaran) persekutuan. Tetapi disolusi tidak selalu terjadi dengan berhentinya operasi persekutuan atau berhentinya usaha dan akuntansi persekutuan. Disolusi persekutuan menurut Undang-undang adalah "perubahan pada hubungan sekutu ketika ada sekutu yang tidak lagi terlibat dalam menjalankan usaha yang berbeda dengan penyelesaian (winding up) usaha tersebut (Bagian 29 Undang-undang).
Disolusi persekutuan adalah berubahnya para hubungan sekutu yang menyebabkan berhentinya persekutuan sebagai entitas hukum. Pada disolusi, entitas persekutuan bisa berjalan terus jika ada perjanjian baru.
Ketika persekutuan secara hukum resmi disolusi, baik dengan masuknya sekutu baru atau dengan pengunduran diri atau meninggalnya sekutu lama, suatu perjanjian persekutuan baru perlu dibuat untuk kelanjutan usaha persekutuan. 

PROSES LIKUIDASI
Pada umumnya likuidasi persekutuan menyangkut hal-hal:
- Mengkonversi aktiva nonkas menjadi kas.
- Mengakui keuntungan dan kerugian dan biaya likuidasi yang timbul selama masa likuidasi.
- Menyelesaikan seluruh kewajiban.
- Mendistribusikan kas kepada sekutu berdasarkan saldo akhir kas mereka.

Penjelasan umum mengenai proses likuidasi mengasumsikan bahwa persekutuan mampu membayar hutang-hutangnya, dengan kata lain aktiva yang dimiliki melebihi kewajiban. 

Aturan dalam mendistribusikan aktiva dalam likuidasi persekutuan dibuat bertingkat sesuai prioritas:
- Jumlah yang dipinjam dari kreditur yang bukan sekutu
- Jumlah yang dipinjam dari sekutu selain untuk modal dan laba
- Jumlah yang harus diberikan kepada sekutu sesuai kepemilikannya
Seluruh saldo laba atau rugi dan prive harus ditutup ke perkiraan modal sebelum distribusi dilakukan. Kekayaan persekutuan tidak boleh didistribusikan kepada sekutu yang memiliki saldo modal negative. Maka dari itu saldo pinjaman sekutu harus ditutup dengan saldo modal untuk menentukan jumlah yang dibagikan kepada sekutu. Ketika jumlah yang akan dibagikan kepada sekutu tertentu telah ditentukan, saldo pinjaman sekutu itu harus dikurangi sebelum perkiraan modalnya dikurangi.


Likuidasi Persekutuan Sederhana
Likuidasi persekutuan yang sederhana mengkonversi seluruh aktiva sekutu menjadi kas dan mendistribusikan kas kepada sekutu pada penyelesaian akhir persekutuan. Jumlah kas yang didistribusikan kepada sekutu sama dengan saldo modal masing-masing setelah seluruh kerugian yang terjadi dari likuidasi diakui. Kerugian selama likuidasi dibebankan langsung ke perkiraan modal. Rasio pembagian laba dan rugi digunakan selama likuidasi kecuali jika perjanjian persekutuan menyebutkan metode pembagian laba dan rugi yang lain  selama likuidasi. Jika dalam perjanjian menyebutkan penyisihan untuk gaji dan bunga, maka rasio pembagian sisal aba dan rugi yang digunakan selama likuidasi. Ini dikarenakan keuntungan dan kerugian atas likuidasi merupakan penyesuaian atas laba sebelumnya yang akan dibagikan dengan rasio pembagian laba sisa, jika telah diakui sebelum disolusi.

Saldo Modal Debit dalam Persekutuan yang Likuid
Dalam melikuidasi persekutuan yang likuid, sumber dana yang tersedia dipakai untuk membayar kreditur dan sisanya dibagikan untuk sekutu. Tetapi proses likuidasi bisa saja menghasilkan kerugian yang menyebabkan perkiraan modal sekutu menjadi bersaldo debit. Jika ini terjadi, sekutu yang memiliki saldo debit tersebut mempunyai kewajiban terhadap sekutu yang modalnya bersaldo kredit, dan mereka diminta untuk menggunakan harta pribadi mereka untuk menyelesaikan kewajibannya. Apabila sekutu yang memiliki saldo debit tidak memiliki harta ppribadi, maka sekutu yang masih memilikii kekayaan diasumsikan rugi sebesar saldo debit. Kerugian ini dibagi berdasarkan rasio pembagian laba dan rugi.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdY31g6bE89aR1LDuJowF-jJiPYUWn6z63LtPsQrRn8CR4IopULYNZSFwQgvU3E_jPzEpG-H7DtxkMUdfuk6RC_yCVd4BllDmqZAJozTH-OvyraHvpHr8Qcc8BPk5B5U0yK9r8segphI8/s640/Untitled.png

Apabila Jaya secara pribadi mampu membayar untuk menutupi saldo debitnya, maka ia harus membayar sebesar Rp 3.000.000 kepada persekutuan. Pembayarannya akan menaikkan kas menjadi Rp 28.000.000, yang nantinya akan didistribusikan kepada Joko dan Joni pada akhir likuidasi. Jika Jaya tidak mampu membayar untuk menutupi saldo debitnya, maka jumlah itu dianggap rugi dan dibebankan ke Joko dan Joni menurut rasio pembagian laba dan rugi. Rugi yang dibebankan ke Joko adalah sebesar Rp 2.000.000 (Rp 3000.000 X 0,4/0,6), dan untuk Joni sebesar Rp 1.000.000 (Rp 3.000.000 X 0,2/0,6). Dalam hal ini, kas sebesar Rp 25.000.000 dibagikan kepada Joko sejumlah Rp 14.000.000 dan Joni sejumlah Rp 11.000.000.

PEMBAYARAN AMAN UNTUK SEKUTU
Umumnya proses likuidasi suatu bisnis memakan waktu yang cukup panjang, dan kas mungkin akan tersedia untuk didistribusikan kepada sekutu setelah kewajiban dibayar, tetapi sebelum aktiva nonkas dikonversi menjadi kas. Apabila sekutu memutuskan untuk mendistribusikan kas yang tersedia sebelum seluruh aktiva nonkas yang dijual (dan sebelum keuntungan atau kerugian diakui), maka akan timbul pertanyaan mengenai berapa banyak kas yang bias didistribusikan secara aman kepada masing-masing sekutu. Pembayaran aman ialah distribusi yang bias dilakukan kepada sekutu dengan keyakinan bahwa jumlah yang didistribusikan tidak berlebihan, dengan kata lain, sumber daya yang didistribusikan tidak perlu dikembalikan kepada persekutuan. 
Ukuran pembayaran yang aman untuk sekutu didasarkan pada asumsi berikut ini: 1. Seluruh sekutu secara pribadi tidak likuid (sekutu tidak mampu membayar kepada perusahaan), 2. Seluruh aktiva nonkas menunjukkan kemungkinan rugi (aktiva nonkas harus dipertimbangkan rugi untuk tujuan untuk menentukan pembayaran yang aman). Selain itu, ketika mengkalkulasi pembayaran yang aman persekutuan juga memegang sejumlah tertentu kas untuk menutupi biaya likuidasi, kewajiban, yang belum tercatat dan kontijensi lainnya.   

Penerapan Skejul Pembayaran Aman
Asumsikan persekutuan Budi, Mina, dan Nani sedang dalam proses likuidasi, dan saldo perkiraan mereka adalah sebagai berikut:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTzWLhg9YfkET4Zcvg95PWaCpugr0gl5Rn58BY-jgKZa0kI2WTW_dISPM-VIbVxAotOgLjAdTm4SObjfpfeglOi2uwuqqdGBoSMPviaqhqYjWasmzAEgd3k5Nbat1fiuaanjLTW6qaUWY/s640/Untitled.png
Seluruh kewajiban  selain kepada sekutu telah dibayar, dan para sekutu memperkirakan penjualan tanah dan bangunan akan memakan waktu beberapa bulan. Maka dari itu, mereka sepakat bahwa seluruh kas yang ada di tangan, di luar Rp 10.000.000 untuk menutup biaya dan kontijensi, harus diidstribusikan secepatnya. Dengan informasi ini, skedul pembayaran aman dipersiapkan untuk menentukan jumlah kas yang bias didistribusikan secara aman untuk tiap sekutu. Skedul pembayaran aman untuk Budi, Mina dan Nani diberikan pada table berikut.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFPyvfK1Qyfc1eG21zuFHQz4ElNOG8-SfVIESmfVXbFvqyFtJmc7dDFrYlc0j_kV2XHLhQma_zm9ZdSsFMO0nd0DMYrs8dfqiKsU3hU9Ms0UkEogqcIdEfadtmyihUfLn7c4qG0SlEjwo/s640/Untitled.png


LIKUIDASI BERTAHAP
Likuidasi bertahap merupakan suatu likuidasi yang secara umum memerlukan beberapa bulan dalam penyelesaiannya dan mencakup pembayaran secara periodik, cicilan/bertahap, kepada para sekutunya selama masa likuidasi. Likuidasi bertahap mencakup distribusi kas kepada para sekutu sebelum likuidasi aset sepenuhnya dilakukan. Berikut panduan  yang dapat digunakan untuk membantu akuntan dalam menentukan pembayaran bertahap yang aman kepada para sekutu :

  1. Tidak mendistribusikan kas kepada para sekutu hingga seluruh kewajiban dan beban likuidasi aktual maupun potensial telah dibayarkan atau telah dicadangkan seperlunya.
  2. Antisipasilah kemungkinan yang terburuk, atau yang paling membatasi sebelum menentukan jumlah uang tunai yang dapat diterima oleh masing-masing sekutu :
    1. Asumsikan bahwa seluruh aset nonkas yang tersisa akan dihapuskan sebagai kerugian, yaitu bahwa tidak ada lagi yang dapat direalisasikan dari penghapusan aset.
    2. Asumsikan bahwa defisit timbul pada akun modal para sekutu akan didistribusikan kepada sekutu yang tersisa, asumsi bahwa defisit tersebut tidak akan dihapuskan oleh kontribusi modal tambahan para sekutu.
3.      Setelah akuntan mengasumsikan kasus terburuk yang dapat terjadi, maka sisa saldo kredit pada akun modal menunjukkan distribusi aset dan kas yang aman yang dapat didistribusikan kepada masing-masing sekutu dalam jumlah yang terkait.
Untuk menentukan pembayaran kas yang aman yang hendak dilakukan kepada para sekutu, pihak akuntan harus membuat beberapa asumsi mengenai likuidasi aset tersisa di masa depan. Sebelum melakukan distribusi kas kepada para sekutu, akuntan menyusun skedul pembayaran aman kepada para sekutu dengan menggunakan asumsi kasus terburuk.
Skedul ini dimulai dengan saldo modal dan pinjaman secara logika menggunakan akun-akun modal yang berasal dari persamaan akuntansi : Aset – Kewajiban = Saldo Modal Sekutu. Skedul pembayaran aman kepada para sekutu ini mencakup seluruh informasi yang diperlukan agar para sekutu mengetahui berapa besar kas yang akan diterima pada setiap tanggal distribusi kas.
Asumsi kasus terburuk berupa kerugian total atas aset nonkas dan beban likuidasi, menimbulkan total pembebanan yang harus didistribusikan terhadap akun modal para sekutu. Jika asumsi ini menghasilkan perkiraan defisit dalam akun modal salah satu sekutu, maka itu bukan defisit aktual yang harus ditutup. Hal tersebut hanyalah hasil dari penerapan asumsi kasus terburuk.


RENCANA DISTRIBUSI KAS
Rencana Distribusi Kas
Skedul pembayaran aman merupakan metode efektif untuk menghitung jumlah pembayaran aman kepada sekutu dan mencegah pembayaran yang berlebihan kepada sekutu. Tetapi pendekatannya tidak efisien jika distribusi bertahap dilakukan berkali-kali karena skedul pembayaran aman harus disiapkan untuk tiap distribusi sampai saldo modal sesuai dengan rasio pembagian laba dan rugi. Skedul pembayaran aman juga tidak cukup baik sebagai alat perencanaan karena tidak memberikan informasi yang membantu sekutu ketika mereka mengharapkan mendapatkan pembagian kas. Kekurangan dari pendekatan skedul pembayaran aman ini bias diatasi dengan menggunakan rencana distribusi kas pada awal proses likuidasi.

Urutan Kerentanan
Pada awal proses likuidasi, Dono, Kasino, Indro memiliki saLdo modal masing-masing Rp 340.000.000, Rp 340.000.000 dan Rp 200.000.000 tetapi ekuitas mereka masing-masing adalah Rp 340.000.000, Rp 360.000.000 dan Rp 160.000.000. Untuk menentukan kerentanan atau kemungkinan rugi ekuitas tiap sekutu dibagi dengan rasio pembagian laba untuk mengidentifikasi rugi maksimum yang bisa ditanggung oleh sekutu tanpa menyebabkan ekuitas mereka berkurang sampai dibawah nol.

Urutan kerentanan menunjukkan bahwa Dono adalah yang paling rentan terhadap rugi karena ekuitasnya akan berkurang sampai nol akibat total rugi likuidasi persekutuan Rp 680.000.000. Sebaliknya, kasino paling tidak rentan karena ekuitasnya cukup untuk menanggung bagian kerugiannya akibat likuidasi sampai Rp 1.200.000.000. Interpretasi ini membantu menjelaskan mengapa Kasino mendapatkan seluruh kas yang didistribusikan kepada sekutu pada tahap awal likuidasi.

Kerugian yang dapat ditanggung
Skedul ini diawali dengan ekuitas sebelum dilikuidasi dan mengurangi ekuitas masing-masing sekutu dengan bagian kerugiannya yang secara tepat mengeliminasi ekuitas sekutu yang paling rentan. Langkah berikutnya adalah mengurangkan sisa ekuitas masing-masing sekutu dengan bagian ruginya yang secara tepat mengeliminasi ekuitas sekutu yang paling rentan selanjutnya. Proses ini berlanjut terus sampai seluruh ekuitas sekutu yang paling tidak rentan berkurang sampai nol. Skedul kerugian yang diasumsikan yang bisa ditanggung untuk Dono, Kasino, Indro, adalah berikut ini.
Kerugian persekutuan yang benar-benar mengeliminasi ekuitas Dono ialah Rp 680.000.000 jumlah yang didapat dari perhitungan urutan kerentanan. Setelah ekuitas Dono menurun sampai nol pada tahap pertama kerugian dibagi 60% untuk Kasino dan 40% untuk Indro sampai ekuitas Indro menjadi nol. Tambahan kerugian persekutuan yang menurunkan ekuitas Indro menjadi nol adalah Rp 60.000.000 – ekuitas Indro Rp 24.000.000 dibagi dengan 40% rasio pembagian laba setelah Dono dikeluarkan dari perhitungan atau tidak mampu  membayar. Setelah ekuitas Indro dikurangkan menjadi nol, ekuitas Indro tinggal Rp 120.000.000.

Rencana Distribusi Kas
Kasino harus menerima Rp 120.000.000 yang didistribusikan pertama kali kepada sekutu. Rencana distribusi kas untuk persekutuan Dono, Kasino, Indro, dibuat dari skedul asumsi kerugian yang bisa ditanggung sebagai berikut.
Dalam membuat rencana distribusi kas, kas yang tersedia paling pertama untuk didistribusi diberikan kepada kreditur bukan sekutu. Ini terdiri dari Rp 300.000.000 utang dagang dan Rp 200.000.000 wesel bayar persekutuan Dono, Kasino, dan Indro tanggal 31 Desember 19X1. Selanjutnya Rp 20.000.000 dibayarkan kepada Kasino atas pinjaman yang diberikan kepada persekutuan karena pinjaman sekutu lebih tinggi prioritasnya daripada modal sekutu. Kemudian sejumlah Rp 100.000.000 yang tersedia didistribusikan kepada Kasino dengan mempertimbangkan saldo modalnya. Distribusi ini melengkapi penyesuaian seluruh saldo modal dan rasio pembagian laba. Sisa distribusi dilakukan berdasarkan rasio pembagian laba.
Kasino dapat menganalisa rencana distribusi, kas pada 1 Januari 19X2 dan menentukan bahwa dia akan mulai menerima kas setelah Rp 500.000.000 dibayarkan kepada kreditur. Begitu pula Kasino dan Indro dapat menggunakan rencana ini untuk melihat kesempatan mereka dalam memperbaiki ekuitas persekutuan mereka.

Skedul Distribusi Kas
Penerapan lebih lanjut dari rencana distribusi kas dapat didistribusikan dengan mengasumsikan bahwa persekutuan Dono, Kasino, Indro dilikuidasi dengan dua tahap. Pada tahap pertama kas sebesar Rp 550.000.000 didistribusikan dan sebesar Rp 250.000.000 pada tahap kedua dan terakhir. Dengan asumsi ini rencana distribusi kas akan digunakan dalam menyiapkan skedul distribusi kas seperti di  bawah ini.
Kas yang didistribusikan pada tahap pertama dialokasikan Rp 500.000.000 untuk kewajiban bukan sekutu dan Rp 20.000.000 untuk membayar kembali pinjaman dari Kasino. Sisa Rp 30.000.000 dibayarkan kepada Kasino untuk mengurangi saldo perkiraan modalnya. Pada distribusi tahap kedua, Kasino mendapat Rp 70.000.000 pertama untuk menyesuaikan perkiraan modalnya dengan Indro. Kemudian Rp 60.000.000 dialokasikan kepada Kasino dan Indro berdasarkan rasio pembagian laba dan rugi 60:40, dan terakhir Rp 120.000.000 dialokasikan kepada Dono, Kasino dan Indro berdasarkan rasio pembagian laba dan rugi 50:30:20. Informasi dari skedul distribusi kas digunakan dengan cara yang sama seperti informasi dari skedul pembayaran aman, yaitu pembayaran kas yang diindikasikan dengan skedul distribusi kas dimasukkan dalam laporan likuidasi persekutuan dan dalam catatan persekutuan sebagai distribusi kas yang benar-benar dilakukan.
Pembuatan rencana distribusi kas lebih banyak memakan waktu dibandingkan pembuatan skedul pembayaran aman. Tetapi seperti yang diperlihatkan disini, rencana distribusi kas memberikan arti yang fleksibel dan efisien untuk menentukan pembayaran yang aman kepada sekutu. Lagipula, rencana distribusi kas memberikan fungsi perencanaan yang sama baiknya dengan fungsi perhitungan.
SEKUTU DAN PERSEKUTUAN YANG TIDAK LIKUID
Untuk sekutu yang tidak likuid aturan yang berlaku untuk mengklaim harta dari sekutu yang :
1.      Jumlah terutang kepada kreditur luar.
2.      Jumlah terutang kepada kreditur persekutuan.
3.      Jumlah terutang kepada sekutu dari kontribusi.
Persekutuan Likuid-Satu atau Lebih Sekutu tidak Likuid
    Dalam likuidasi persekutuan, kreditur persekutuan mendapatkan penggantian atas klaim mereka dari harta persekutuan. Persekutuan harus hati-hati untuk tidsak mendistribusikan harta persekutuan kepada sekutu yang tidak likuid karena kreditur pribadi mereka mengklaim aktiva persekutuan atas ketidaksanggupan sekutu membayar hutangnya. Sebagai ilustrasi Wina, Yoke, dan Zena adalah sekutu dengan pembagian laba 30%,30% dan 40%. Wina tidak likuid secara pribadi, dengan harta pribadi Rp 50.000.000 dan kewajiban pribadi Rp 100.000.000.

Kasus A 
Kasus B 
Kasus C 
Kas
60.000.000dr 
Modal Wina 
18.000.000kr 
18.000.000kr 
21.000.000dr 
Modal Yoke 
18.000.000kr 
27.000.000kr 
9.000.000kr 
Modal Zena 
24.000.000kr 
9.000.000kr 
12.000.000kr 






Kasus A, ekuitas persekutuan Wina 18.000.000 tidak boleh dibayar langsung kepada wina karena kreditur pribadi mempunyai klaim atas kepemilikan dalam aktiva persekutuan sebesar 18.000.000. sedangkan Kasus B, kreditur wina memiliki klaim atas aktiva pribadi Yoke karena Yoke mempunyai hutang pribadi kepada wina sebesar 18.000.000. zena juga memiliki klaim atas yoke sebesar 9.000.000. dan pada Kasus C, wina memiliki saldo pada perkiraan modalnya dan ia tidak likuid. Yoke dan Zena tidak boleh mengambil aktiva pribadi wina. Mereka membagi rugi sebesar 21.000.000 berdasarkan rasio pembagian laba 3/7 dan 4/7.
Persekutuan Tidak Likuid
Rosi, Fani, dan Koni adalah sekutu yang membagi laba secara merata dan persekutuan mereka sekarang dalam proses likuidasi. Setelah dikonversi menjadi kas, akan digunakan untuk membayar kewajiban,dengan rincian:
Kewajiban        90.000.000kr        Modal Fani (1/3)    30.000.000dr
Modal Rosi (1/3)    30.000.000dr        Modal Koni (1/3)    30.000.000dr
Diketahui seluruh sekutu memiliki sumber daya pribadi paling sedikit 30.000.000, tiap sekutu harus membayar 30.000.000 ke persekutuan. Tetapi jika kreditur menagih 90.000.000 dari Rosi, maka saldo persekutuan yang tersisa menjadi, Modal Rosi, Fani, Koni masing – masing 60.000.000kr, 30.000.000dr,30.000.000dr. Apabila fani dan Koni hanya dapat membayar masing-masing 30.000.000, maka desakan kreditur kepada rosi tidak beralasan. Tetapi jika desakan terhadap rosi karena koni secara pribadi tidak likuid dan aktiva bersih fani hanya 35.000.000, situasinya akan berubah. Dalam hal ini rosi dan fani membagi kerugian Koni sebesar 30.000.000, dimana setelah itu rosi memiliki saldo modal kredit 45.000.000 dan fani saldo debit 45.000.000. Jadi, karena aktiva pribadi fani hanya 35.000.000, rosi menagih dari 35.000.000 dari fani dan sisa 10.000.000 dalam saldo debit modal fani dihapuskan sebagai kerugian rosi.


DAFTAR PUSTAKA

http://iputuekaadiputra.blogspot.com/

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer