PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA
1.
PENDAHULUAN
kita
menginginkan suatu barang atau jasa.
Untuk bersekolah atau kuliah, kita perlu membayar biaya. Dalam ilmu akuntansi
dan manajemen, biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan ekonomis yang dibuat
untuk memperoleh barang atau jasa. Biaya juga bisa berarti sesuatu yang
berkonotasi sebagai penunjang yang harus dikorbankan untuk memperoleh tujuan
akhir, yaitu mendatangkan laba.
Biaya (cost)
adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk membeli barang atau jasa yang
diharapakan akan memberikan manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau periode
mendatang. Akuntansi biaya merupakan suatu bidang akuntansi yang diperuntukkan
bagi proses pelacakan dan analisa terhadap biaya-biaya yang berhubungan dengan
aktivitas suatu organisasi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedangakan,
Manajemen Biaya adalah sistem yang didesain untuk menyediakaninformasi bagi
manajemen untuk mengidentifikasikan peluang-peluang penyempurnaan, perencanaan
strategi, dan pembuatan keputusan operasional mengenai pengadaan dan penggunaan
sumber-sumber yang diperlukan oleh organisasi.
Sistem manajemen biaya terdiriatas semua alat-alat,
teknik-teknik, dan metode-metode yang secara bersama-sama membentuk suatu
sistem manajemen biaya. Sistem manajemen biaya terintegrasi menunjukkan adanya
hubungan dengan elemen-elemen sistem lainnya, yaitu: (a) sistem desain dan
pengembangan, (b) sistem pembelian dan produksi, (c) sistem pelayanan konsumen,
dan (d) sistem pemasaran dandistribusi. Manfaat Sistem Manajemen Biaya membantu
manajemen untuk:
- Merencanakan
dan mengendalikan organisasi
- Meningkatkan
keterlacakan biaya
- Mengoptimalkan
kinerja dalam hidup
- Membuat
keputusan
- Manajemen
investasi Mengukur kinerja
- Mendukung
otomasi dan filosofi pemanufakturan
Dalam makalah
ini akan membahas
tentang Activity Based Costing
(ABC), hal ini dikarenakan informasi akuntansi keuangan
dan informasi akuntansi manajemen memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga
informasi tersebut seharusnya dihasilkan dari dua sistem yang berbeda. Salah
satu model yang dapat dipakai untuk mengembangkan sistem akuntansi
manajemen
adalah Activity Based Costing (ABC).
Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (ABC) dapat meningkatkan keakuratan
pengalokasian biaya, yaitu pertama-tama dengan menelusuri biaya berbagai
aktivitas, kemudian produk atau pelanggan yang menggunakan berbagai aktivitas
tersebut.
Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen
akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam
berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong
oleh:
- Persaingan
global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective.
- Advanced
manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya
overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih
tinggi dari primary cost.
- Adanya
strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy.
2. BIAYA LANGSUNG (DIRECT COST) DAN BIAYA TIDAK LANGSUNG
(INDIRECT COST)
Hubungan antara biaya dan objek biaya dapat digali untuk
membantu meningkatkan keakuratan pembebanan biaya. Pembebanan biaya secara
akurat ke objek biaya sangatlah penting. Gagasan mengenai keakuratan tidak
dievaluasi berdasarkan pengetahuan tentang biaya yang sebenarnya. Keakuratan
adalah suatu konsep yang relatif dan harus dilakukan dengan wajar dan logis
terhadap penggunaan motode pembebanan biaya. Tujuannya adalah untuk mengukur
dan membebankan biaya terhadap sumber daya yang dikonsumsi oleh objek pajak.
Hubungan biaya dan objek biaya dapat secara langsung atau tidak langsung.
a. Biaya Langsung (Direct Cost)
Biaya
Langsung biaya yang dapat secara mudah dan akurat ditelusuri ke objek biaya.
“Mudah” berarti penelusurannya tidak rumit, sehingga tidak memerlukan biaya
yang mahal. “Akurat” berarti biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh biaya
tersebut dapat dihitung secara akurat karena tidak memerlukan “alokasi biaya”.
Biaya yang dapat secara mudah dan akurat ditelusuri ke objek biaya adalah biaya
untuk sumber biaya yang semata-mata dikonsumsi oleh objek biaya tersebut.
Karena sumber dayanya hanya dikonsumsi oleh objek biaya tertentu. Oleh karena
itu, pembebanan biaya yang paling akurat ke objek biaya adalah biaya
langsung.Misalnya yaitu, biaya bahan mentah atau bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung.
Biaya
Tidak Langsung adalah biaya yang tidak dapat secara mudah dan akurat ditelusuri
ke objek biaya. Hal itu karena biayanya dikonsumsi secara bersama oleh beberapa
objek pajak. Biaya tidak langsung disebut juga dengan biaya bersama. Biaya ini
dibebankan pada produk dengan menggunakan alokasi. Jika dasar alokasinya tidak
akurat maka pembebanan biaya ke objek biaya juga tidak akurat. Karena itu,
masalah utama dalam penghitungan biaya suatu objek biaya adalah pembebanan
biaya tidak langsung yaitu bagaimana membebankannya pada produk secara akurat
agar tidak terjadi harga pokok produk terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Misalnya yaitu, biaya upah mandor, biaya listrik biaya penyusutan mesin, biaya
perbaikan gedung, dan lainnya.
Jika perusahaan menetapkan harga jual berbasis biaya, maka
harga pokok yang terlalu tinggi akan mengakibatkan harga jual juga tinggi dan
produk menjadi tidak kompetitif. Sebaliknya jika harga pokok terlalu rendah
maka produk tersebut sangat kompetitif karena harga jual akan lebih rendah dari
kompetitor. Namun produk tersebut seakan-akan berlaba, tetapi kenyataannya
rugi.
3.
ACTIVITY
BASED COSTING
Penghitungan
harga pokok produk berbasis aktivitas (activity
based costing) disebut juga dengan perhitungan harga pokok tersaring. Activity Based Costing adalah system akuntansi yang terfokus pada
aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. ABC
menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber-sumber daya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap
kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya yakni bertindak sebagai
faktor penyebab dalam pengeluaran biaya organisasi.
Perhitungan harga pokok produk berbasis aktivitas berfokus
pada proses bisnis, bukan pada departemen produksi. Idealnya perhitungan harga
pokok produk berbasis aktivitas mencakup semua biaya yang terjadi pada
sepanjang rantai nilai yang terdiri dari riset dan pengembangan produk,
perancangan produk, produksi, pemasaran, distribusi, dan layanan kepada
pelanggan. Karena pendekatannya pada proses, perhitungan harga pokok produk
berbasis aktivitas disebut juga perhitungan harga pokok produk berbasis proses.
Perhitungan harga pokok produk berbasis aktivitas lebih rumit karena informasi
biayanya lebih terperinci dibandingkan perhitungan harga pokok produk
tradisional. Akan tetapi dengan semakin canggihnya teknologi informasi,
kerumitan perhitungan harga pokok produk berbasis aktivitas ini dapat teratasi.
Dengan Penghitungan harga pokok produk berbasis aktivitas (activity based costing), biaya overhead pabrik dibebankan ke objek
biaya seperti barang/ jasa dengan mengidentifikasi sumber daya, aktivitas, dan
biayanya serta kuantitas aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
memproduksi output. Sistem harga
pokok ABC bertujuan memahami overhead
dan profitabilitas produk konsumen. ABC adalah metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi
manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan
mempengaruhi kapasitas biaya dan juga biaya tetap.
Keuntungan dan Keterbatasan dari Activity Based Costing
Keuntungan
1.
ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan
informative, yang menuju pada pengukuran kemampuan perolehan laba atas produk
yang lebih akurat dan keputusan-keputusan strategis yang diinformasikan dengan
lebih baik mengenai harga jual, lini produk, pasar pelanggan dan pengeluaran
modal.
2.
ABC memberikan pengukuran yang lebih akurat atas biaya-biaya
pemacu aktivitas, yang membantu manajer memperbaiki produk dan proses menilai
dengan membuat keputusan desain produk yang lebih baik, pengendalian biaya yang
lebih baik dan membantu mempertinggi berbagai nilai objek.
3. ABC membantu manajer lebih mudah
mengakses informasi tentang biaya-biaya yang
relevan dalam membuat keputusan
bisnis.
Keterbatasan
1.
Pengalokasian, sekalipun data aktivitas tersedia, banyak
biaya-biaya mungkin perlu dialokasikan dan produk-produk yang didasarkan pada
ukuran volume berubah-ubah karena secara praktis tidak dapat ditemukan suatu
aktivitas khusus yang menyebabkan timbulnya biaya-biaya tidak menjadi mudah.
2.
Biaya-biaya yang diabaikan, banyak biaya produk-produk
khusus yang dihilangkan dari analisis.Aktivitas-aktivitas tersebut menyebabkan
biaya-biaya seperti pemasaran, periklanan, riset dan pengembangan, teknik
produk dan klaim jaminan.
3.
Biaya dan waktu yang digunakan, system ABC sangat mahal
untuk dikembangkan dan diterapkan. Hal ini juga sangat memakan waktu. Seperti
kebanyakan manajemen inovasi atau sistm akuntansi, seringkali memerlukan lebih
dari setahun untuk mengembangkan dan melaksanakan ABC dengan berhasil.
PT Trend. Tbk menjual 2 produk yaitu
tas dan sepatu, datanya akan disajikan sebagai berikut:
Keterangan
|
|
Produk
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tas
|
Sepatu
|
|
|
|
|
||
Volume
produksi
|
Rp
10.000
|
Rp
40.000
|
||
|
|
|
|
|
Harga
Jual
|
Rp
12.000
|
Rp
|
6.000
|
|
|
|
|
|
|
Biaya
Utama
|
Rp
|
6.000
|
Rp
|
3.000
|
|
|
|
|
|
Jam
Kerja Langsung
|
Rp
|
5.000
|
Rp
10.000
|
|
|
|
|
|
|
Akuntan manajemen PT Trend. Tbk mengidentikasi
aktivitas cost yang dianggarkan memiliki data, sebagai berikut:
Aktivitas
|
|
Anggara
Cost
|
|
|
|
Rekayasa
|
Rp
|
300.000
|
|
|
|
Set up
|
Rp
1.000.000
|
|
|
|
|
Perputaran
mesin
|
Rp
3.000.000
|
|
|
|
|
Pengemasan
|
Rp
|
200.000
|
|
|
|
Total
|
Rp 4.500.000
|
|
|
|
|
Aktivitas
sesungguhnya produk Tas dan Sepatu, disajikan data sebagai berikut:
Aktivitas
|
Konsumsi/Realisasi
|
Total
|
|
|
|
||
|
Tas
|
Sepatu
|
|
|
|
|
|
Rekayasa
(jam)
|
6.000
|
9.000
|
15.000
|
|
|
|
|
Set up
(jam)
|
400
|
600
|
1.000
|
|
|
|
|
Perputaran
mesin (jam)
|
50.000
|
100.000
|
150.000
|
|
|
|
|
Pegemasan
|
5.000
|
20.000
|
25.000
|
|
|
|
|
Menghitung
biaya per unit menggunakan metode ABC (activity
based costing)
1. Menghitung Tarif Aktivitas
Aktivitas
|
Total
Biaya
|
Konsumsi
Aktivitas
|
Tarif
Aktifitas
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Rekayasa
(jam)
|
Rp
|
300.000
|
Rp
|
15.000
|
Rp
|
20
|
|
|
|
|
|
|
|
Set up
(jam)
|
Rp
1.000.000
|
Rp
|
1.000
|
Rp
|
1.000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perputaran
mesin (jam)
|
Rp
3.000.000
|
Rp
|
150.000
|
Rp
|
20
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pegemasan
|
Rp
|
200.000
|
Rp
|
25.000
|
Rp
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
Rp 4.500.000
|
Rp
|
191.000
|
Rp
|
1.048
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
Biaya Overhead
yang dibebankan Produk Tas
Aktivitas
|
|
Tarif
|
|
Konsumsi
|
|
|
Total
BOP
|
|
BOP/Unit
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Rekayasa
(jam)
|
Rp
|
20
|
|
Rp
|
6.000
|
|
|
Rp
|
120.000
|
|
Rp
|
20
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Set up
(jam)
|
Rp
|
1.000
|
|
Rp
|
400
|
|
|
Rp
|
400.000
|
|
Rp 1.000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perputaran
mesin (jam)
|
Rp
|
20
|
|
Rp
|
50.000
|
|
|
Rp 1.000.000
|
|
Rp
|
20
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pegemasan
|
Rp
|
8
|
|
Rp
|
5.000
|
|
|
Rp
|
40.000
|
|
Rp
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
Rp
|
1.048
|
|
Rp
|
61.400
|
|
|
Rp 1.560.000
|
|
Rp 1.048
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Produk
Sepatu
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
Aktivitas
|
|
Tarif
|
|
Konsumsi
|
|
|
Total BOP
|
|
BOP/Unit
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Rekayasa
(jam)
|
Rp
|
20
|
|
|
9.000
|
|
|
Rp
|
180.000
|
|
Rp
|
20
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Set up
(jam)
|
Rp
|
1.000
|
|
|
600
|
|
|
Rp
|
600.000
|
|
Rp 1.000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perputaran
mesin (jam)
|
Rp
|
20
|
|
100.000
|
|
|
Rp 2.000.000
|
|
Rp
|
20
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pegemasan
|
Rp
|
8
|
|
|
20.000
|
|
|
Rp
|
160.000
|
|
Rp
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Total
|
Rp
|
1.048
|
|
Rp 129.600
|
|
|
Rp 2.940.000
|
|
Rp 1.048
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3. Menghitung biaya per unit produk
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
Keterangan
|
|
Tas
|
|
Sepatu
|
|
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Biaya
Utama
|
Rp
60.000.000
|
Rp
120.000.000
|
|
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
Biaya
Overhead
|
Rp
10.480.000
|
Rp
|
41.920.000
|
|
|
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Total
Biaya
|
Rp
70.480.000
|
Rp
161.920.000
|
|
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Unit
Produksi
|
|
10.000
|
|
|
40.000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
Biaya/Unit
|
Rp
|
7.048
|
Rp
|
|
4.048
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
ACTIVITY
BASED COSTING WITH IDLE CAPACITY
Kelemahan model activity based costing yang telah dibahas adalah model ini hanya
akan
memberikan
gambaran mengenai kondisi perusahaan yang akurat saat ini. Namun demikian, jika
model activity based costing ini
tidak dapat dipergunakan untuk melihat dari dampak efesiensi yang dilakukan
perusahaan. Meskipun perusahaan dapat melakukan efesiensi sedemikian rupa,
sehingga dapat menghilangkan salah satu aktivitas yang dilakukannya. Hal
tersebut belum tentu menjamin bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan
otomatis akan mengalami penurunan.
Hal ini dikarenakan, jika perusahaan menghilangkan
aktivitas, maka biaya tetap dari aktivitas tersebut tidak serta merta hilang,
yang dapat dihilangkan adalah biaya non tetap. Karena itu,
model activity based costing yang
dapat dipergunakan untuk efesiensi adalah model activity based costing yang memisahkan biaya tetap dengan biaya non
tetap.
Dalam model ABC, pembagian biaya berdasarkan perilakunya
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.
Biaya fleksibel, merupakan kategori biaya yang berfluktuasi
sesuai dengan jumlah aktivitas yang dilakukan perusahaan. Biaya ini yang dapat
dihilangkan oleh perusahaan.
2.
Biaya tetap, merupakan biaya yang muncul akibat adanya
komitmen perusahaan terhadap penggunaan sumber daya untuk melakukan suatu
aktivitas. Komitmen tersebut sudah dilakukan untuk suatu tertentu, sehingga
sulit untuk dibatalkan. Biaya-biaya inilah yang akan tetap muncul walaupun
perusahaan sudah dapat menghilangkan aktivitas yang memakai biaya-biaya
tersebut. Jika aktivitas dihilangkan, maka biaya-biaya tersebut akan menjadi
beban perusahaan dalam bentuk kapasitas menganggur.
Dalam model ABC ini, maka biaya tetap ini harus dibebankan
berdasarkan kapasitas teoritis (theoretical
capacity), atau kapasitas praktikal (practical
capacity).
·
Kapasitas teoritis merupakan kapasitas maksimal dari
penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Misalkan, perusahaan membayar
seseorang untuk bekerja dalam perusahaan selama 8 jam per harinya. Jumlah
itulah yang akan menjadi kapasitas teoritis orang perharinya. Sedangkan
kapasitas teoritis dari mesin adalah kapasitas terpasang dari mesin tersebut.
·
Kapasitas praktikal merupakan kapasitas teoritis setelah
dikurangi dengan waktu-waktu tidak produktif. Misalkan diperkirakan waktu tidak
produktif dari seseorang selama satu hari adalah 2 jam, maka kapasitas
praktikal dari orang tersebut adalah enam jam perhari. Kapasitas praktikal dari
mesin adalah kapasitas teoritikal mesin dikurangi dengan kapasitas tidak
produktif dari mesin tersebut, misalkan waktu kapasitas yang dipakai untuk
pemeliharaan, dan lain-lain. Dalam model activity
based costing ini, kapasitas yang dipergunakan biasanya adalah kapasitas
praktikal.
Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead yang ditentukan dimuka dihitung
dengan membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan
seperti anggaran jam kerja langsung. Praktek seperti ini akan mengakibatkan
pembebanan kapasitas yang menganggur ke produk dan juga akan menyebabkan biaya
produksi per unit tidak stabil. Jika anggaran aktivitas turun, tarif overhead
akan meningkat karena komponen tetap dalam overhead hanya digunakan untuk
jumlah produk yang lebih sedikit sehingga biaya produksi per unit akan
meningkat. Berlawanan dengan akuntansi biaya tradisional, dalam ABC produk hanya dibebani biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak
dibebani oleh biaya kapasitas yang tidak digunakan.Pendekatan ini menyebabkan
biaya per unit yang lebih stabil dan konsisten dengan tujuan pembebanan biaya
ke produk yang menyebabkan aktivitas.
Ilustrasinya sebagai berikut: Tiga tahun yang lalu, PT AXA
berada dalam kesulitan. Tingkat produksinya dibawah kapasitas normal.Perusahaan
ini telah menyewa seorang manajer yang cukup terkenal dan bersedia mengambil
alih kenali perusahaan.Dia seorang yang cukup bermurah hati.Dia mau dibayar
dengan gaji yang relative rendah.Akan tetepi menuntut bonus 10% per tahun dari
laba bersih berikut adalah laporan laba rugi perusahaan selama dia pimpin 3
tahun.
Tabel 3.1 Laporan Laba/Rugi PT AXA untuk Tahun ke 1 sampai
ke 3 Dalam miliar (Metode
Full Costing)
|
Keterangan
|
|
|
Tahun ke
|
|
|
Tahun ke
|
|
|
Tahun ke
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
1
|
|
|
2
|
|
|
3
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penjualan
|
34
|
|
50
|
|
60
|
|
144
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Harga
Pokok Penjualan
|
-
|
|
-
|
|
-
|
|
-
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Persediaan
Awal
|
-
|
|
-
|
|
6,4
|
|
6,4
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Harga
Pokok Produksi
|
25,4
|
|
38,4
|
|
33,4
|
|
97,2
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Persediaan
Akhir
|
-
|
|
-6,4
|
|
-
|
|
-6,4
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
HPP
|
25,4
|
|
32
|
|
39,8
|
|
97,2
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Labar
Kotor
|
8,6
|
|
18
|
|
20,2
|
|
46,8
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Biaya
Pemasaran
|
9,1
|
|
16,4
|
|
19,1
|
|
44,6
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
|
Laba/Rugi
Bersih
|
|
|
-0,5
|
|
|
1,6
|
|
|
1,1
|
|
|
2,2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 3.2 Laporan Laba/Rugi PT AXA untuk Tahun ke 1 sampai
ke 3 Dalam miliar (Metode
Variable Costing)
|
Keterangan
|
|
|
Tahun ke
|
|
|
Tahun ke
|
|
|
Tahun ke
|
|
|
Total
|
|
||||
|
|
|
1
|
|
|
2
|
|
|
3
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
Penjualan
|
34
|
|
50
|
|
60
|
|
144
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||
(-) HPP
Variabel
|
-
|
|
-
|
|
-
|
|
-
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||
Persediaan
Awal
|
-
|
|
-
|
|
5
|
|
5
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||
Harga
Pokok Produksi
|
17
|
|
30
|
|
25
|
|
72
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Persediaan
Akhir
|
|
|
|
-5
|
|
|
|
|
-5
|
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||
HPP Variabel
|
17
|
|
25
|
|
30
|
|
72
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||
Variabel
|
8,5
|
|
12,5
|
|
15
|
|
|
36
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Marjin
Kontribusi
|
8,5
|
|
12,5
|
|
15
|
|
|
36
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
(-) BOP
Tetap
|
8,4
|
|
8,4
|
|
8,4
|
|
|
25,2
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Biaya
Pemasaran dan Administrasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Tetap
|
0,6
|
|
4,1
|
|
4,1
|
|
|
8,8
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
|
9
|
|
|
12,5
|
|
12,5
|
|
|
34
|
|||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Laba Bersih
|
-0,5
|
|
-
|
|
2,5
|
|
|
2
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Tabel
3.3 Perbedaan Laba/Rugi Metode Full
Costing dan Variable Costing
|
|
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||
Keterangan
|
|
|
Tahun Ke 1
|
Tahun Ke 2
|
|
Tahun Ke 3
|
||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
Laba
bersih (Metode FC)
|
|
|
|
-0,5
|
1,6
|
|
1,1
|
|||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
Laba
bersih (Metode VC)
|
|
|
|
-0,5
|
0
|
|
2,5
|
|||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
Perbedaan
|
|
|
|
0,00
|
1,60
|
|
(1,40)
|
|||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
5. TIME
DRIVEN ACTIVITY
Sejarah Time Driven
Activity Base Costing
Ketidakpastian lingkungan bisnis menyebabkan sistem
pembiayaan terus mengalami perkembangan dan perbaikan. Traditional ABC muncul
padatahun 1980an menggantikan traditional
costing. Kemudian pada tahun 2003, konsep Time-Driven ABC mulai diperkenalkan
dan dikembangkan untuk merevisi Traditional ABC. Berikut ini sejarah
perkembangan Time-DrivenABC:
1.
Era Traditional
Costing (Tahun 1925 sampai dengan tahun 1980an). Pada saat era penggunaan
traditional costing, lingkungan bisnis masih stabil, tidak ada kompetisi baik
dari dalam negeri maupun luar negeri, dan diferensiasi produk masih rendah. Hal
ini menyebabkan sistem pengendalian biaya tidak terlalu penting bagi
perusahaan. Sistem akuntansi manajemen tradisional cenderung berproduksi
berdasarkan informasi besarnya biaya yang dialokasikan pada produk dengan
metode sederhana dan berubah-ubah,dan alokasinya seringkali tidak berhubungan
dengan permintaan yang dibuat oleh produk atas sumber daya perusahaan.
2.
Era Traditional
ABC (Tahun 1980an sampai dengan tahun 2004)Pada tahun 1980an, dikembangkan
sistem biaya yang baru menggantikan Traditional
Costing, yaitu Traditional ABC. Traditional ABC timbul sebagai akibat
dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas
untuk menghasilkan mekanisme penghitungan biaya yang akurat. Hal ini didorong
oleh:
(1) Persaingan global yang tajam yang
memaksa perusahaan untuk cost effective,
(2)
Advanced
manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product
cost menjadi lebih tinggi dari primary
cost, dan
(3) Adanya strategi perusahaan yang
menerapkan market driven strategi.
3.
Era Time-Driven
ABC (Tahun 2004 sampai dengan sekarang). Seiring dengan berjalannya waktu, Traditional ABC menjadi sulit diterapkan
pada banyak perusahaan karena menimbulkan biaya yang mahal untuk keperluan
wawancara dan survey terhadap sistem ABC. Selain masalah mahalnya biaya untuk
wawancara dan survei, masih banyak kesulitan yang timbul dari aplikasi sistem Traditional ABC, padahal kompetisi usaha
semakin ketat dan semakin kompleks. Untuk memperbaiki kekurangan yang timbul
dari sistem Traditional ABC, maka pada tahun 2004, Robert S. Kaplan dan Steven
R. Anderson mengembangkan inovasi baru terhadap sistem ABC yang disebut Time-Driven ABC.
Kekurangan
ABC Sebagai Penyebab DikembangkannyaTime
Driven ABC
Beberapa persoalan muncul di dalam praktek penerapan Traditional ABC, antara lain sebagai
berikut:
1.
Proses wawancara dan survey kepada karyawan menelan biaya
sangat mahal dan memakan waktu yang cukup panjang.
2.
Ketidak akuratan dan bias mempengaruhi keakuratan tarif cost
driver yang berasal dari estimasi individual
subjective atas perilaku mereka di masa lalu maupun di masa mendatang.
3.
Karena mahalnya biaya wawancara dan survey kepada karyawan,
maka sistem ABC tidak diupdate secara rutin.
4.
Sulit menambah aktifitas baru ke dalam sistem, memerlukan
estimasi ulang atas jumlah biaya yang harus ditetapkan untuk aktifitas yang
baru.
5.
Sulit diterapkan pada perusahaan yang beroperasional pada
skala besar.Dengan kata lain, Traditional
ABC sulit untuk merespon peningkatan dari diversity dan kompleksitas pesanan maupun
pelanggan, padahal perusahaan berskala besar pasti memiliki tingkat diversity dan kompleksitas pesanan
maupun konsumen yang sangat tinggi.
Faktor-faktor
di atas menyebabkan dikembangkannya sistem Time-Driven
ABC yang diharapkan dapat memperbaiki kekurangan yang timbul dari Traditional ABC.
Pengertian
Time Driven Activity Based Costing
(TDABC)
Time
driven activity based costing ini berhubungan dengan waktu, yang
mana dalam proses produksi , seluruh
aktivitas selalu dipengaruhi dan dibatasi oleh waktu. Meliputi di dalamnya upah
tenaga kerja, depresiasi dan lain sebagainya karena merupakan kompensasi atas
penggunaan waktu oleh manusia maupun oleh mesin dan peralatan yang digunakan.
Sehingga waktu menjadi salah satu kendali yang dapat digunakan dalam melakukan
analisa dan implementasi Time Driven
Activity Based Costing. Sehingga dapat dikatakan, jika time driven ini adalah
salah satu kendali yang dapat digunakan dalam melakukan analisa dan implementasi TDABC .
Menurut Kaplan et al. (2003), metode Time-Driven Activity-Based Costing hanya membutuhkan dua parameter,
yaitu:
a. unit cost untuk menghasilkan
kapasitas, dan
b. waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan transaksi atau aktivitas (unit
times).
Yang mana unit cost dapat dihitung dengan membagi biaya
penyediaan kapasitas dengan kapasitas praktis. Sedangkan unit time dapat
diperoleh dengan cara observasi langsung atau dengan wawancara dan tidak
diperlukan akurasi yang tepat.
Sehingga
Pembebanan biaya menggunakan metode Time-Driven
Activity-Based Costing lebih sederhana, lebih murah, dan lebih cepat untuk
diimplementasikan dibandingkan metode Activity-Based
Costing.
Time Driven ABC:
Pendekeatan yang Sederhana dan Kuat
Pendekatan alternatif untuk mengestimasi model ABC, yaitu Time-Driven ABC, mampu mengatasi segala
keterbatasan dari Traditional ABC.Time-Driven ABC memerlukan dua estimasi
baru yaitu: (1) Biaya per unit darikapasitas yang tersedia, dan (2) konsumsi
unit waktu oleh setiap aktifitas.
Estimasi Biaya Per Unit
Prosedur
yang baru dimulai dengan menggunakan informasi yang samadengan pendekatan Traditional ABC, yaitu:
1.
Menentukan besarnya
biaya dari sumber daya yang menyediakan kapasitas.
2.
Mengestimasi kapasitas
aktual dari sumber daya yang tersedia.
Dengan
estimasi dari: (1) Biaya dari kapasitas yang tersedia, dan (2) Kapasitas pada
prakteknya dari sumber daya yang tersedia, maka dapat dihitungbiaya per unit
dari kapasitas yang tersedia sebagai berikut:
Biaya
per unit = Kapasitas
pada Prakteknya dari Sumber Daya yang Tersedia
Biaya dari Kapasitas yang Tersedia
Sebagai
contoh, Diketahui data dari PT X: Jumlah biaya dari tenaga kerja tidak langsung
yang tersedia sebesar $ 84,000 (sudah termasuk bonus). Jumlah biaya dari
kapasitas komputer yang tersedia sebesar $ 30,000. Tenaga kerja tidak langsung
ada 5 orang, di mana masing-masing menyediakan 500 jam kerja untuk setiap
kwartal, atau totalnya sebanyak 2500 jam kerja. Kapasitas tenaga kerja tidak
langsung pada prakteknya sebanyak 2000 jam kerja per kwartal. Kapasitas
komputer pada prakteknya sebanyak 500 jam per kwartal. Berdasarkan data
tersebut, maka biaya per unit (per jam kerja) dari kapasitas tenaga kerja tidak
langsung yang tersedia adalah sebagai berikut:
Biaya
Tenaga Kerja tidak Langsung per jam = $ 84,00/2000jam = $ 42 per jam
Sedangkan
biaya per unit (per jam) dari kapasitas komputer yangtersedia adalah sebagai
berikut:
Biaya
Komputer per jam = $ 30,000/500 jam = $ 60 per jam
Estimasi Unit Waktu
Bagian kedua dari informasi baru yang diperlukan pada
pendekatan Time-Driven ABC adalah
estimasi waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu transaksi. Prosedur Time-Driven ABC menggunakan estimasi
waktu yang diperlukan setiap saat transaksi terjadi. Estimasi unit waktu ini menggantikan proses interview pekerja
untuk mempelajari berapa persen waktu pekerja yang dihabiskan untuk semua
aktifitas.
TIME-DRIVEN ABC VERSUS TRADITIONAL ABC
Pada tabel ditunjukkan perbandingan
implementasi Time-Driven ABCdengan Traditional
ABC sebagai berikut:
DENGAN TRADITIONAL ABC
Implementasi Time-Driven ABC:
·
Mengidentifikasi
departemen sumber daya yang bermacam-macam.
·
Mengestimasi total
biaya dari setiap
departemen sumber daya.
·
Mengestimasi
kapasitas pada prakteknya untuk setiap departemen sumber daya.
·
Menghitung biaya per
unit dari setiap
kapasitas sumber daya.
·
Menentukan estimasi
unit waktu untuk setiap transaksi.
·
Membebankan biaya ke
produk.
|
Implementasi Traditional ABC:
·
Mengindentifikasi
aktifitas dan pool biaya aktifitas.
·
Membebankan biaya ke
aktifitas-aktifitas.
·
Menentukan activity
driver.
·
Menentukan tarif
activity driver.
·
Membebankan biaya ke
produk.
|
Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa Traditional ABC merupakan model biaya “push”. Implementasinya dimulai dengan
menetapkan total biaya overhead
terlebih dahulu, menghitung biaya per unit dari aktifitas, dan pada akhirnya
menghasilkan alokasi biaya kepada produk. Sebaliknya, Time-DrivenABC merupakan model biaya “pull”. Implementasi dari Time-Driven
ABC dimulai dengan melakukan estimasi dua parameter, dan pada akhirnya
menghasilkan alokasi biaya kepada produk. Dapat disimpulkan bahwa Traditional ABC (Push Model) menghitung biaya aktifitas yang actual dan
membebankannya ke produk. Sedangkan Time-Driven ABC menghitung biaya
aktifitas pada tarif standar dan menghilangkan biaya kapasitas yang tidak
digunakan. Pada pertengahan tahun 1980an, Traditional
ABC hadir menggantikan Traditional
Costing yang sudah tidak relevan lagi untuk digunakan oleh perusahaan-perusahaan.
Adapun kelebihan Traditional
ABC dibandingkan dengan Traditional
Costing adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan alternative metode
penghitungan dan analisis biaya yang lebih baik daripada TraditionalCosting, (2) Memberikan informasi yang efektif untuk
pengambilan keputusan, dan (3) Memberikan informasi yang berkelanjutan dalam
penerapan proses dan penurunan biaya.
Tetapi pada prakteknya, Traditional
ABC memiliki banyak kekurangan (keterbatasan) yang menyebabkannya sulit
untuk diterapkan di banyak perusahaan. Dan kemudian, Time-Driven ABC hadir untuk memberikan alternatif yang lebih baik,
lebih akurat, dan lebih sederhana
untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan. Robert S. Kaplan dan Steven R. Anderson, menyatakan bahwa Time-Driven
ABC akan memberikan perbaikan yang sangat hebat atas sistem yang lama (Traditional ABC).
Kelebihan
Model Time-Driven ABC
Kelebihan dari model Time-Driven
ABC dibandingkan dengan Traditional
ABC adalah sebagai berikut:
1. Sangat mudah dan cepat
diimplementasikan.
2. Tidak mahal dan mudah diupdate.
3. Mudah divalidasi dengan pengamatan
langsung terhadap model estimasi dari unit waktu.
4. Mampu diterapkan pada perusahaan
dengan skala besar.
5. Mudah menggabungkan fitur spesifik
untuk pesanan, supplier, dan pelanggan khusus.
6. Lebih memandang kepada efisiensi
proses dan pemanfaatan kapasitas.
Kekurangan
Model Time- Driven ABC
Kekurangan dari model Time-Driven
ABC dibandingkan Traditional ABC
adalah kesalahan estimasi waktu yang dilakukan dalam menghitung waktu pada
setiap sumber daya.
“KASUS John Deere Components Works”
Kasus
John Deere Components Works
John
Deere adalah pandai besi yang mengembangkan alat bajak baja
pertama yang sukses secara komersial, didirikan pada tahun 1837 oleh
John Deere. Selama tahun 1970, Deere menghabiskan lebih dari
satu miliar dollar untuk melakukan modernisasi pabrik, perluasan usaha dan
perkakas. Selama tiga dekade, Deere mengembangkan lini produknya, membangun
pabrik baru dan menjalankan usaha sesuai dengan kapasitas pabrik, namun tetap tidak mampu untuk
memenuhi permintaan. Kemudian
Deere melakukan diversifikasi terhadap peralatan industri lainnya
seperti konstruksi, utility, dan
pertambangan. Kemudian pada tahun 1962 Deere mulai membangun gedung dan traktor
perkebunan dan peralatan lainnya untuk mengembangkan usahanya.
Pada
pertengahan tahun 1980 Deere telah menjadi perusahaan yang terbesar di dunia
yang bergerak dalam bidang perkebunan dan peralatan. Tetapi pada tahun tersebut komoditas pertanian
mengalami penurunan sehingga Deere mengambil beberapa kebijakan yaitu
menurunkan level operasinya, memotong biaya yang memungkinkan, meningkatkan
tekanan untuk mendorong pengambilan keputusan, dan melakukan restrukturisasi.
Untuk meningkatkan volume produksi, Deere ingin agar produksi komponennya
memasok untuk perusahaan dan industri lain.
Selama
beberapa tahun, komponen traktor dibuat dan dirakit di pabrik traktor,
Waterloo. Untuk menghasilkan produk lain, pada tahun 1970 Deere berhasil
memisahkan komponen produksi traktor menjadi mesin dan perakitan. Untuk
perakitan traktor dan mesin dipindahkan ke pabrik baru di area Waterloo. Pada
akhir tahun ke 10, gedung lama untuk produksi traktor digunakan untuk
memproduksi komponen traktor yang dinamakan John
Deere Component Works (JDCW). JDCW memiliki 3 divisi, yaitu divisi hydraulics, drive trains division, dan gear
dan divisi produk spesial. JDCW didesain untuk menjadi bagian dari produsen
peralatan yang diproduksi Deere, terutama traktor.
Selama
tahun 1970, kegiatan operasi dan peralatan JDCW telah dirancang untuk membantu
divisi traktor sebesar 150 unit per hari. Pada pertengahan tahun 1980, JDCW
memproduksi suku cadang kurang dari kebutuhan. Aktivitas volume yang rendah
merupakan efek yang sangat merugikan mesin dan bisnis karena mesin tersebut
lebih efisien untuk produksi bervolume tinggi.
Hampir
seluruh penjualan JDCW merupakan penjualan internal. Pabrik peralatan diminta
untuk membeli secara internal komponen-komponen utama, misalnya transmisi
desain lanjutan dan roda yang akan memberikan keuntungan kompetitif pada Deere.
Kebijakan perusahaan menyatakan bahwa transfer
pricing antara divisi ditentukan pada nilai full cost. Perusahaan juga memiliki kebijakan make-buy, pada saat terjadi kelebihan kapasitas, divisi yang akan
melakukan pembelian harus menggunakan direct
cost dan bukan full cost sebagai
acuan untuk dibandingkan dengan tawaran harga pasar.
Dalam
perhitungan dengan standard costing, JDCW menjumlahkan unsur-unsur biaya yang
terdiri dari:
§ Direct Labor (run time
only)
§ Direct
Material
§ Overhead
(direct + period) applied on direct labor
§ Overhead
(direct + period) applied on material dollars
§ Overhead
(direct + period) applied on ACTS (Actual Cycle Time Standards) machine hours
Setiap
satu tahun sekali, departemen akuntansi JDCW menetapkan kembali tarif overhead berdasarkan dua studi, studi
normal dan studi proses. Dalam studi normal, menentukan nilai standar dari direct labor dan machine hours dan total overhead
untuk tahun berikutnya dengan menetapkan “volume normal”. Studi proses
meruntuhkan overhead yang diproyeksikan pada volume normal di antara 100-plus
proses JDCW seperti lukisan, lembaran logam, menggiling, turning machines, dan heat
treating.
Selama
beberapa tahun JDCW menggunakan tenaga kerja langsung sebagai tarif untuk
mengalokasikan overhead. Namun pada tahun 1960, perusahaan menerapkan pemisahan
overhead berdasarkan material. Tarif tersebut termasuk biaya pembelian,
penerimaan, pemeriksaan,dan bahan mentah. Biaya-biaya tersebut dialokasikan ke
persentase markup disamping biaya
material. Dari waktu ke waktu tarif terpisah ini sudah ditetapkan untuk baja, castings, dan pembelian untuk
merefleksikan perbedaan permintaan.
Perhitungan
menggunakan tenaga kerja langsung dan material
overhead ini dibagi atas biaya langsung (biaya variabel), seperti biaya setup, scrap, materials handling,
bervariasi tergantung volume aktivitas produksi dan periode (biaya tetap),
seperti pajak, biaya depresiasi, listrik, gaji tidak dipengaruhi oleh aktivitas
produksi. Pada tahun 1984, JDCW memperkenalkan machine hours sebagai basis alokasi overhead seperti basis tenaga kerja dan material. Dengan
peningkatan penggunaan mesin, maka basis tenaga kerja langsung tidak lagi
digunakan sebagai basis overhead,
karena tidak lagi merefleksikan performa kerjanya. Jam kerja digunakan untuk proses dimana waktu kerja
setara machine hours, jika terdapat
perbedaan maka jam atas ACTS digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead.
Analaisis
Permasalahan
Sejarah
mencatat kehancuran agribisnis yang dimulai dengan turunnya nilai tanah
pertanian dan harga komoditas yang menurun tajam yang mengakibatkan Deere untuk
mengatur tingkat pelaksanaan operasi semakin ke menurun, pemotongan biaya,
menekankan pembuat keputusan dilakukan secara desentralisasi, dan
rekstrukturisasi pada proses manufaktur. Deere juga melakukan pengurangan
tempat produksi, mengurangi karyawan, mendorong agar karyawan pensiun dini, dan
tidak melakukan penggantian untuk karyawan yang keluar dari perusahaan.
Sejumlah kegagalan terjadi
terus-menerus dalam kompetisi JDCW untuk melakukan penawaran. Mereka
memberikan kontrak, dan semua pekerjaan dijual ke supplier luar. JDCW hanya mendapatkan segilintir barang yang
diminta yang kebanyakan merupakan low-volume
stuff yang tidak diinginkan. JDCW berfikir bahwa mungkin mereka akan
mendapatkan bisnis yang mana direct cost-nya
lebih murah dibandingkan dengan penawaran luar walaupun sebenarnya full cost-nya tidak. Penyebab
penawarannya tidak kompetitif adalah karena harganya lebih mahal dibandingkan
supplier luar, dan lebih mahal dibandingkan dengan divisi-divisi lain di Deere
Company. Karena hal
tersebut JDCW mempertanyakan ketepatan metode pembiayaan yang dipakai saat ini,
yang menyebabkan JDCW tidak dapat bersaing dengan kompetitor-kompetitornya.
JDCW mempunyai 3 divisi yaitu The Hidraulics Division, The Drive Trains
Division, dan Gear and Special
Product Division. Sebagai bagian dari sebuah perusahaan terintegrasi secara
vertikal, JDCW mendapatkan part dari Deere’s Equipment Division, karena dapat
memproduksi berbagai macam part dalam jumlah yang banyak, walaupun produksi
traktor relatif rendah. Rendahnya produksi traktor memberikan kerugian pada
mesin karena mesin lebih efisien beroperasi pada jumlah yang besar.
Kebijakan perusahaan, melakukan
transfer antar divisi berdasarkan full
cost (direct material+direct labour+direct iverhead +period overhead).
Perusahaan juga punya kebijakan make-buy
policy ketika kapasitas mencukupi, yaitu divisi pembeli bisa membandingkan
yang mana yang lebih rendah antara direct
cost (bukan full cost) dibandingkan dengan penawaran dari luar.
Equipment Division tampaknya hanya melihat harga, berperilaku seperti profit center bukan cost center, karena hanya memerhatikan keuntungan divisi dibandingkan
perusahaan secara keseluruhan. Dalam prakteknya equipment division tidak mengikuti kebijakan perusahaan, sehingga
JDCW kehilangan porsi untuk equipment
factory karena perusahaan pesaing.
Pada awalnya JDCW menggunakan
standar costing untuk perhitungan biayanya, alokasi overhead berdasarkan pada direct labor hours, machine hours, dan material.
Pada kenyataannya metode biaya ini bekerja cukup baik di masa lalu karena
perusahaan memproduksi produk yang spesifik dalam secara konsisten. Namun,
metode biaya ini tidak memberikan sistem alokasi biaya yang terbaik bagi JDCW.
Keith
William menyadari kekurangan dari penggunaan standard costing tersebut dan beralih menggunakan Activity-Based Costing, yang
mencerminkan nilai cost per unit yang
tepat untuk tiap produk. Namun, perbedaan nilai cost penggunaan standard costing dan Activity-Based Costing bervariasi, ada
beberapa produk yang mengalami penurunan cost dan ada yang justru cost-nya
menjadi lebih besar. Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang terjadi
di perusahaan yaitu:
1.
Penggunaan Standard Costing System yang tidak
sesuai dengan perusahaan yang besar dan memproduksi barang yang sangat
bervariasi dan tidak mencerminkan actual
cost per unit.
2.
Perusahaan
menyadari adanya kesalahan dalam menentukan biaya dengan penggunaan Standard
Costing dan beralih menggunakan Activity
Based-Costing, namun hasil yang diperoleh sangat bervariasi, ada yang
biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi lebih besar.
3.
Penggunaan mesin yang
tidak efisien karena volume produksi yang rendah
4.
Equipment
Division tampaknya hanya melihat harga,
berperilaku seperti profit center
bukan cost center, karena hanya
memerhatikan keuntungan divisi
Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut
diatas, maka berikut adalah analisis pemecahan masalah menurut kelompok kami,
yaitu :
a. Berdasarkan analaisis permasalahan
yang terjadi di JDCW maka sebaiknya saat menentukan biaya overhead atas produk
sebaiknya perusahaan melakukan 2 tahap yang terdapat dalam ABC yaitu :
1. mengidentifikasi aktivitas-aktivitas proses
produksi yang signifikan dari setiap produk. Dimana JDCW memiliki dua cost driver (direct labor dan machine
hour).
2. menentukan biaya per unit produk
berdasarkan ketujuh cost driver untuk menghasilkan satu unit produk.
b.
Dalam memberikan harga JDCW kalah saing dengan suplier luar dikarenakan
harga yang ditawarkan lebih mahal, sehingga dengan harga yang tidak kompetitif
ini, keinginan divisi gear and special products untuk menjual suku cadangnya
tidak dapat dilaksanakan. Harga per unit yang tidak kompetitif ini sebagian
besar disebabkan karena JDCW menggunakan standard cost accounting system dalam
mengalokasikan overheadnya. Tarif overhead didasarkan pada basis direct labor, material dollars, dan actual cycle time standard (ACTS).
c.
Seharusnya dalam menentukan cost produksi perusahaan menentukan terlebih
dahulu berapa orang operator yang untuk menjalankan setiap mesin dan bagi jam
kerja (orang dan mesin).
d.
Biaya pembelian, pemeriksaan, dll yang dialokasikan dalam markup disamping biaya material,
seharusnya dialokasikan sebagai komponen penambah harga beli bahan baku, bukan
di mark up. Karena hal tersebut akan membuat
harga jual satuanya menjadi lebih mahal, sehingga tidak dapat memasuki
pasar.
e.
Tarif listrik seharusnya dihitung berdasarkan kapasitas mesin x tarif /
jamnya
f.
Dalam melakukan pengurangan tenaga kerja seharusnya tarif cost yang
digunakan juga menyesuaikan mengikuti jumlah karyawan yang baru.
g.
Biaya mark up seharusnya ditiadakan, dan harga di material seharusnya
hanya mencakup biaya penerimaan bahan, harga perolehan bahan dan pajak yang
dibayarkan saat membeli bahan tersbut. Sehingga akan mendapatkan harga jual
yang sesuai.
Komentar
Posting Komentar