LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Latar Belakang

Tujuan utama bisnis adalah memperoleh  keuntungan, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya. Dalam bisnis yang modern saat ini, pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang yang profesional di bidangnya. Profesionalisme dapat diperlihatkan melalui kinerja tertentu yang berada diatas rata-rata. Kinerja tidak hanya berfokus pada aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
Praktik bisnis merupakan aktivitas utama masyarakat yang wajib didukung oleh perilaku baik. Etika bisnis menjadi sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya (konsumen, distributor, produsen). Nilai-nilai (values) dalam etika bisnis adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Pada era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etika penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut.
a.       Prinsip Otonomi: yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
b.      Prinsip Kejujuran: bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
c.       Prinsip Keadilan: bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
d.      Prinsip Saling Menguntungkan: agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
e.       Prinsip Integritas Moral: prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

PRAKTIK-PRAKTIK BISNIS TIDAK BERETIKA
Praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk-produk baru yang pada akhirnya menimbulkan keinginan-keinginan baru di dalam masyarakat.Selain bersaing dalam produk baru, perusahaan juga bersaing untuk menjadi yang pertama di pasar dan bersaing untuk merebut konsumen pertama. Hal ini dapat berakibat negatif ketika perusahaan rokok memperebutkan anak-anak belasan tahun sebagai konsumen pertema mereka.Perusahaan berusaha menciptakan keinginan melalui iklan dan promosi yang mengakibatkan masyarakat seakan dikepung dan dibombardir oleh iklan dan promosi. Perusahaan mengupayakan terjaminnya pembelian yang berkelanjutan melalui planned obsolescence. Planned obsolescence merupakan strategi bisnis dimana keusangan produk, baik karena dianggap ketinggalan jaman  atau tidak dapat digunakan, direncanakan dan dibangun sejak produk tersebut masih dalam konsep.
Selain melalui iklan dan promosi, perusahaan juga mendorong konsumerisme melalui conspicuous consumption, konsumsi dengan tujuan untuk memamerkan kekayaan dan status social, dan invidious consumtion, yaitu konsumsi yang diciptakan untuk menimbulkan rasa cemburu (envy). Kedua jenis konsumsi ini akan menimbulkan masalah ekonomi dan sosial.
Secara tradisional, arena utama persaingan adalah harga. Untuk itu efisiensi dan produktivitas merupakan kunci keunggulan. Sumber daya manusia sering menjadi objek utama dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas. Berbagai upaya dilakukan dalam mengelola buruh, mulai dari spesialisasi, sampai bentuk-bentuk motivasi study, membagi kegiatan sekecil-kecilnya  agar dapat dikerjakan lebih mudah, lebih cepat dan lebih tepat. Upaya ini dikritik sebagai penekanan buruh untuk bekerja seperti mesin.
Perusahaan bersaing tidak hanya dalam harga, tetapi juga diberbagai kegiatan perusahaan, seperti inovasi dan pengembangan produk baru, kecepatan masuk ke pasar, kemasan produk, promosi, lokasi outlet dan lain-lain. Untuk memenangkan persaingan perusahaan akan menyalip, menghambat, menghalang-halangi, mencegah dan mengalihkan perhatian pesaing untuk dapat lebih efisien, lebih produktif, lebih cepat dan lebih berkualitas.
Persaingan berubah menjadi peperangan. Banyak terjadi peperangan dalam bisnis, seperti perang harga talent war, browser war (Nescape vs Microsoft), patent war (Apple vs Samsung), cola wars (Coca Cola vs Pepsi Cola). Mereka belajar ilmu peperangan dari filsuf dan pemikir perang, seperti Sun Tzu dan Carl von Clausewitz.
Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan, baik untuk tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis (Rukmana:2004).
Menurut Komenaung (2007), masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu:
1.      Suap (Bribery) adalah tindakan berupa menawarkan, membeli, menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. Pembelian itu dapat dilakukan baik dengan membayar sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali setelah transaksi terlaksana. Suap kadang kala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2.      Paksaan (Coercion) adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3.      Penipuan (Deception) adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4.      Pencurian (Theft) adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil properti milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa properti fisik atau konseptual.
5.      Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination) adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara yang disukai atau tidak.
Sebagai contoh Skandal Korporasi di Amerika dapat ditelusuri pada tahun 1920an disaat perekonomian mengalami kemakmuran. Pasar modal yang sedang booming pada saat itu ditopang dengan aksi manipulasi laporan keuangan oleh emiten yang pada akhirnya terjadi market crash dan depresi ekonomi. Setelah itu, dunia usaha di Amerika Serikat menjadi saksi berbagai skandal korporasi yang terjadi sejak tahun 1970an, setelah masa-masa keemasan perekonomian Amerika setelah Perang Dunia II berakhir. Diantaranya terdapat :
-          Skandal Suap yang dilakukan oleh Lockheed Aircraft Corporation kepada pejabat tinggi di berbagai Negara, yaitu kepada Pangeran Benhard dari Belanda antara tahun 1961 dan 1972, pendiri Liberal Democratic Party Yoshio Kodama dan Perdana Menteru Kakuei Tanaka dari Jepang.
-          Skandal Insider Trading, setelah terjadinya skandal suap, pada akhir tahun 1980an, terjadi skandal insider trading dari tiga serangkai Dennis Levine, Ivan Boesky, dan Michael Milken, serta investment bank Drexel Burnham Lambert.
-          Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Korporasi, Sepanjang tahun 1990an pasar modal Amerika kembali mengalami masa keemasan, namun seperti yang terjadi pada tahun 1920an pasar modal ini ditopang oleh manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh banyak korporasi. Kasus ini baru terbongkar pada awal periode 2000an dengan Enron sebagai skandal yang terbesar. Dan sepanjang tahun 2000an tersebut terdapat beberapa manipulasi kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh Xerox, Adelphia, AOL, Bristol-Myers Squibb, Freddie Mac, Kmart, Sunbeam, Tyco International dan WorldCom.
-          Skandal Industri Keuangan, tidak sampai 10 tahun setelah skandal manipulasi laporan keuangan korporasi Amerika, dunia usaha Amerika harus menghadapi skandal yang lebih besar lagi yang membawa perekonomian global mengalami krisis. Skandal kali ini dilakukan oleh industri keuangan melalui dua kegiatan yang sangat spekulatif dan merugikan, yaitu predatory lending  dan pengembangan produk Credit Default Swap (CDS).
-          Skandal Korporasi di Asia, dilakukan oleh Olympus Corporation yang telah menyembunyikan kerugiannya selama sepuluh tahun dan menggunakan dana yang dinyatakan untuk komisi akuisisi beberapa perusahaan untuk menutupi kerugian tersebut.

Beberapa pebisnis berpendapat bahwa terdapat hubungan simbiosis antara etika dan bisnis dimana masalah etik sering dibicarakan pada bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Kebutuhan aspek moral dalam bisnis adalah:
(1)      Praktik bisnis yang bermoral hanya akan memberikan keuntungan ekonomis dalam jangka panjang. Bagi bisnis yang didesain untuk keuntungan jangka pendek hanya akan memberikan insentif yang kecil. Dalam kompetisi bisnis di pasar yang sama, keuntungan jangka pendek merupakan keputusan yang diambil oleh kebanyakan perusahaan untuk dapat bertahan.
(2)      Beberapa praktik bisnis yang bermoral mungkin tidak memiliki nilai ekonomis bahkan dalam jangka panjang sekalipun. Sebagai contoh, bagaimana mengkampanyekan kerugian merokok, sebagai lawan dari promosi rokok itu sendiri.
(3)      Praktik bisnis yang bermoral akan menghasilkan keuntungan akan sangat tergantung pada saat bisnis tersebut dijalankan. Pada pasar yang berbeda, praktik yang sama mungkin tidak memberikan nilai ekonomis. Jadi masalah tumpang tindih antara eksistensi moral dan keuntungan sifatnya terbatas dan insidental (situasional)
Dalam hal ini, etika bisnis menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk diterapkan, sebab dengan etika pertimbangan mengenai baik atau buruk dapat distandardisasi secara tepat dan benar. Namun perlu juga dicatat bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika praktik-praktik bisnis yang curang dilegalkan. Maka, diperlukan dua perangkat utama yaitu moral dan legal politis.
Lingkungan Etika di Indonesia
            Indonesia memiliki konteks yang sangat berbeda dengan Amerika Serikat.Peran pemerintah di Indonesia relative lebih besar dibandingkan peran bisnis. Lembaga pasar modal masih relatif belum terinstitusionalisasi.Sebagian bisnis masih tergantung kepada proyek Pemerintah.Risiko dari suatu peran Negara yang besar adalah korupsi.Pada awal kemerdekaan, Indonesia menerapkan sistem demokrasi Liberal dimana politisi sipil yang memegang kekuasaan dan melakukan korupsi.Pada tahun 1950an, Presiden Soekarno memperkenalkan sistem demokrasi terpimpin, mengambil alih kekuasaan dari politisi sipil dan membaginya kepada tentara.Korupsi dilakukan oleh birokrasi dan tentara. Pada tahun 1966 Presiden Soeharto mengambil alih kekuasaan sehingga sepenuhnya berada ditangan tentara dan korupsipun banyak dilakukan tentara.Pada tahun 1998, rakyat Indonesia sepakat melakukan korupsi.Kekuasaan kembali ke tangan politisi sipil dengan pelaku korupsi yang semakin banyak, mulai dari anggota parlemen, birokrasi sampai ke penegak hukum. Pada tahun 1950-1957, banyak partai politik yang mendirikan perusaahaan, sebagai sumber dana untuk persiapan pemilihan umum. Selain itu banyak anggota partai yang bermitra dengan pengusaha.
            Pada paruh kedua Orde Baru muncul turunan baru dari korupsi, yaitu nepotisme, pada saat keluarga pejabat marak menjadi pengusaha. Indonesia juga pernah mengalami krisis financial sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar Rp.647 triliun, dimana antaranya sebesar Rp144,5 triliun merupakan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Pada akhirnya, dana inipun disalahgunakan, sehingga pada tahun 2007 Kejaksaan Agung mengumumkan pembentukan tim khusus beranggotakan 35 orang untuk kembali mengungkapkan kembali kasus BLBI, dengan focus kepada kasus BCA (Anthony Salim) dan BDNI (Sjamsul Nursalim). Akhirnya diumumkan bahwa penyidik BLBI dihentikan kkarena kasus itu tidak memiliki bukti hukum.Dua hari kemudian, ketua Tim Jaks Pemeriksa BLBI Urip Tri Gunawan tertangkap tangan petugas KPK dengan uang sebesaar US$650 ribu tak jauh dari rumah Sjamsul Nursalim di Simpruk.Selain Urip Gunawan tertangkap pula Artalyta Suryani, kerabat Sjamsul Nursalim yang memberikan uang kepada Urip.
            Kasus lainnya melibatkan banyak perusahaan adalah kasus Gayus Tambunan yang terjadi di tahun 2010. Dalam kasus ini Gayus menyatakan “membantu” wajib pajak yang tengah dililit masalah di pengadilan pajak, sesuai dengan posisinya yang bertugas di Direktorat Keberatan dan Banding. Selama bekerja dejak tahun 2007, Gayus menangani sekitar 151 perusahaan dan perorangan  dimana 45 ditangani langsung olehnya.
            Pada era Pemerintahan Presiden Keenam yaitu Susilo Bambang Yudhoyono marak dibicarakan kasus jual beli anggaran DPR, dengan bintangnya Bendahara Umum Partai Demokrat yaitu Nazarudin.Menjalin hubungan dan kolusi dengan politisi dan pejabat pemerintah merupakan hal yang biasa, mendatangkan banyak proyek dan dapat menjadi sumber keberhasilan.





TUNTUTAN MASYARAKAT TERHADAP BISNIS

·         Kemunculan Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku Kepentingan
Reaksi oleh bisnis terhadap evolusi dari mandat keuntungan murni menjadi pengenalan adanya saling ketergantungan antara bisnis dan masyarakat. Beberapa tren dikembangkan sebagai hasil dari tekanan ekonomi dan kompetitif serta memiliki efek pada etika bisnis dan akuntan professional, mencakup:
a.       Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan.
b.      Pernyataan manajemen kepada pemegang saham atas kecukupan pengendalian internal, dan
c.       Ketetapan niat untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi.
Meskipun perubahan yang signifikan juga terjadi dalam cara organisasi beroperasi, mencakup:
a.       Reorganisasi, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan data elektronik yang berhubungan, dan
b.      Meningkatnya ketergantungan manajemen pada indicator kinerja nonkeuangan yang digunakan secara nyata.
Sebagai akibat dari tren dan perubahan tersebut, bahwa pendekatan tradisisonal perintah dan kendali (atas-bawah) tidaklah cukup, dan organisasi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendorong etika prilaku, bukan memaksakannya. Dewan dan manajemen menjadi lebih tertarik pada isu-isu etika meskipun kompeksitas entitas bisnis dan transaksi menjadi lebih besar dan cepat. Oleh karena itu, semakin penting bahwa setiap karyawan memiliki kode perilaku pribadi yang harmonis dengan pemberi kerja.
·         Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko
Para direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan lainnya harus memahami sifat dari interes pemangku kepentingan dan nilai-nilai yang mendukungnya untuk mengggabungkan interes pemangku kepentingan ke dalam kebijakan, strategi, dan operasional perusahaan.Saat ini, penyelidikan terhadap nilai-nilai, reputasi, dan manajemen risiko menjadi subjek studi terbaru yang ramai diteliti. Nilai-nilai pada suatu perusahaan akan berbeda bergantung pada kelompok pemangku kepentingan. Charles Fombrun dari Repitation Institute menetapkan empat penentu reputasi sebuah perusahaan, antara lain: 1) Kredibilitas; 2) Keandalan; 3) Sifat dapat dipercaya; dan 4) Tanggung jawab.
Manajemen dan auditor sejak tahun 1990-an semakin berorientasi pada manajemen risiko. Teknik-teknik manajemen risiko telah berkembang seiring dengan pengakuan oleh direktur, eksekutif, dan akuntan professional mengenai nilai-nilai dalam mengidentifikasi risiko di awal dan dalam perencanaan untuk menghindari atau mengurangi konsekuensi yang tidak menguntungkan, yang melekat dalam risiko.
·         Akuntabilias
Munculnya interes pemangku kepentingan dan akuntabilitas, serta terjadinya kasus krisis keuangan yang menimpan Enron, telah meningkatkan keinginan untuk membuat laporan (kinerja perusahaan) yang lebih relevan. Laporan dibuat lebih transparan dan akurat dibandingkan dengan laporan masa lalu.Secara umum, kekurangan integritas sering kali terdapat pada laporan-laporan perusahaan karena tidak mencakup beberapa hal atau permasalahan. Dengan demikian, laporan tersebut tidak selalu memberikan presentasi yang jelas dan seimbang bagaimana pemangku kepentinganakan terpengaruh oleh laporan.
INISIATIF untuk MENCIPTAKAN BISNIS yang BERKELANJUTAN
            Dampak meningkatnya harapan untuk bisnis pada umumnya telah membawa tuntutan reformasi tata kelola dan pengambilan keputusan etis. Memahami harapan etika tempat kerja sangat penting bagi keberhasilan organisasi dan para eksekutifnya.Sebuah perusahaan tidak dapat memiliki etika budaya perusahaan yang efektif tanpa etika kerja yang terpuji. Melalui tata kelola perusahaan (Good Coorporate Government), diharapkan seluruh organ perusahaan mampu bertindak secara etis. Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance) adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan Organ Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan, secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundangan serta nilai-nilai etika.
Konsep dari GCG belakangan ini makin mendapat perhatian dari masyarakat karena konsep ini semakin memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi konsep ini mencakup beberapa hal antara lain:


  • hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
  • hak dan peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya,
  • pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
  • transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan
  • tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan, kepada para pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkrpentingan.
Konsep GCG sendiri muncul dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, salah satu contohnya Endron WorldCom, KAP Arthur-Andersen ini adalah salah satu conto kegagalan sistem tata kelola yang buruk yang tidak hanya menyebabkan resesi ekonomi di Amerika, tapi dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat dunia pada umunya. Terdapat 10 prinsip-prinsip dasar yang melandasi konsep GCG ini antara lain; Vision, Participation, Equality, Professional, Supervision, Efective & Efficient, Transparent, Accountability/Accoutable, Fairness, dan Honest.

Global Corporate Citizenship dari World Economic Forum CEOs
Sekitar 44 pimpinan perusahaan terkemuka yang tergabung dalam gugus tugas dari World Economic Forum CEOs pada tahun 2002 membuat suatu pernyataan bersama bahwa komitmen mereka untuk menjadi global corporate citizen sama dengan komitmen mereka menjalankan bisnis. Artinya menjalankan usaha yang bertanggung jawab harus melebihi dari kegiatan filantropi dan harus terintegrasi dengan strategi dan praktik usaha inti mereka. Akhirnya muncullah A Framework for Action yang direkomendasikan adalah :
-          Provide Leadership
-          Define What It Means For Your Company
-          Make It Happen
-          Be Transparent About It






KRONOLOGI KASUS ENRON
            Pada tahun 1985, InterNorth, sebuah penyalur gas alam melalui pipa yang berbasis di Ohama, mengakuisisi Houston Natural Gas. Pada awalnya perusahaan berencana untuk mempertahankan kantor pusatnya di Ohama, tetapi dewan direksi Houston secara bertahap mengambil kendali kegiatan perusahaan dan memutuskan untuk memindahkan kantor pusat perusahaan ke Houston. Pada saat yang bersamaan gabungan perusahaan tersebut menggunakan nama yang lebih futuristik dan modern yaitu Enron.
Enron muncul pada masa yang cukup sulit bagi perusahaan pipa gas alam.Pada saat itu rantai distribusi dari produsen ke konsumen sangat diatur oleh pemerintah. Tingkat harga yang dibebankan perusahaan pipa kepada perusahaan utilitas lokal dan yang dibebankan perusahaan lokal kepada konsumen eceran juga diatur oleh pemerintah berdasarkan biaya-plus (cost-plus). Untuk mendorong eksplorasi gas alam dalam menanggapi krisis energi pada tahun 1970-an, pemerintah mengubah peraturannya mengenai patokan harga gas alam. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan harga yang dibayarkan kepada produsen secara sangat cepat. Meskipun demikian, harga eceran dijaga agar tetap rendah melalui peraturan pemerintah, dan perusahaan pipa mengalami kesulitan untuk membeli seluruh gas alam yang mereka butuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen perusahaan lokal.
Dalam pasar bebas risiko utama yang dihadapi oleh produsen gas dan perusahaan lokal timbul dari gejolak harga bahan bakar. Kedua pihak merasa tidak nyaman untuk melakukan kontrak-kontrak harga tetap jangka panjang, sehingga sebagian besar gas alam dijual dengan menggunakan kontrak 30 hari.
Pada tahun 1990, Enron mulai memberikan jasa sebagai perantara, atau pencipta pasar, untuk kontrak 30 hari tersebut. Disebut Gas Bank, aktivitas ini melibatkan perjanjian jangka pendek yang ditandatangani Enron untuk membeli gas dari beberapa produsen, menyatukan kontrak-kontrak tersebut, dan kemudian menawarkan komitmen harga jangka panjang kepada perusahaan lokal. Enron telah membuat langkah awal dalam melakukan transformasi aktivitis perusahaan dari perusahaan pipa tradisional menjadi perusahaan jasa keuangan dan perdagangan.Pada tahun 2000, Enron mengembangkan usahanya dengan menjadi pencipta pasar untuk listrik, minyak, dan bahkan kertas (Sjahputra dan Amin, 2005).
Pada Februari 2001, peningkatan pendapatan dan laba Enron sangat pesat diikuti oleh peningkatan harga saham-perusahaan ini bernilai $60 miliar dan harga per lembar sahamnya $80 (sedikit menurun dari harga tertingginya sebesar $90). Fortune menamakan Enron “Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif” selama enam tahun berturut-turut. Enron, suatu perusahaan yang menduduki rangking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS yang kolaps dengan meninggalkan hutang sebesar $ 31,2 milliar.

Fakta-fakta Kasus Enron:
1.      Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan (Kusmayadi, 2009):
a.       Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b.      Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c.       Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen
2.      Selama tahun 2000, harga saham Enron berkisar antara $60 sampai $90, tertinggi pada Agustus sebesar $90.56, dan pada akhir tahun mendekati $80 (Brooks, 2003).
3.      Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis Enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen. Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan (Hendarto).
4.      Mei 2001, Clifford Baxter, wakil komisaris Enron resmi berhenti bekerja untuk Enron karena tidak tahan melihat bisnis kerja Enron yang tidak beretika. (kris.riyadi).
5.      26 September 2001, harga saham jatuh menjadi $25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak menjualnya, sebaliknya membujuk mereka untuk membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi itu (Mustika, 2008).
6.      16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Pengumuman kepada pers menyatakan bahwa pro forma laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta pada triwulan ketiga tersebut, dibandingkan dengan $292 juta pada tahun sebelumnya. Pimpinan perusahaan Enron Kenneth Lay menyatakan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik dan ia memilih untuk tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/ expense) sebesar $1 miliar yang menyebabkan hasil aktual pada periode tertentu, bila dilaporkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) akan menjadi kerugian sebsar $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yangdilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
7.      Harga saham perusahaan ini turun secara drastis dari $36,00 per lembarnya pada minggu sebelum 16 Oktober 2001 hingga menjadi $0,26 per lembarnya enam minggu kemudia pada tanggal 30 November 2001.
8.      19 Oktober 2001, US Securities and Exchange Commision Rules (SEC Rules) mengumumkan secara resmi ingin mereview file pembukuan Enron. Enron mengumumkan kerugian sebesar 600 juta dolar AS dan nilai aset enron menyusut 1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. David Duncan, Akuntan Publik kantor Audit Independen Arthur Anderson menghancurkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan Enron.
9.      2 Desember 2001, Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan senilai lebih dari satu miliar dolar. Dengan pengungkapan ini investasi dan laba yang ditahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
10.  2 Januari 2002, CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
11.  24 Januari 2002, Cliffor Baxter bunuh diri dengan cara menembak kepala di dalam mobil Mercedez di depan rumah mewahnya di Houston (Kusmayadi, 2009).
12.  28 Februari 2002, KAP Andersen menawarkan ganti rugi sebesar 750 juta US dollar untuk menyelesaikan masalah gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen. Pemerintahan Amerika melarang Enron dan KAP Anderson untuk melakukan kontrak dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
13.  14 Maret 2002, departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang diselidiki. KAP Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
14.  22 Maret 2002, mantan kedua Federal Reserve, Paul Volkeer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar keseluruhan manajemen dirombak ulang untuk menyusun manajemen baru.
15.  26 Maret 2002, CEO Anderson, Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
16.  8 April 2002, seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penganggung jawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi KAP Anderson dan Enron.
17.  15 Juni 2002, juri federal Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan penghambatan terhadap proses peradilan.
















PEMBAHASAN

Hubungan terhadap Etika Bisnis
            3 komponen utama penyebab timbulnya kecurangan, manipulasi, korupsi, dan berbagai macam kegiatan sejenisnya atau yang bisa disebut sebagai pelaku tidak etis (menurut teori fraud) adalah oppurtunity, pressure, dan rationalization.
Fraud Triangel (Segitiga Fraud) terdiri dari 3 hal:
  1. Pressure (tekanan atau motif): karena kebutuhan keuangan yang sangat mendesak, adanya keinginan yang tidak atau belum terpuaskan, adanya ketidakpuasan terhadap organisasi/perusahaan/manajemen, serta adanya tekanan dari pihak lain atau atasan pelaku fraud.
  2. Opportunity (kesempatan): Lemahnya pengendalian internal dalam sebuah organisasi  membuka peluang fraud.
  3. Rationalization (pembenaran): pelaku fraud merasa bahkan meyakini bahwa tindakannya bukan merupakan fraud.
Bukan berarti 3 hal tersebut akan mutlak terjadi, hal-hal itu dapat dihindari dengan peningkatan akhlak, moral, etika dan perilaku. Tindakan yang tidak bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder untuk memberikan suatu informasi yang benar mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah dari stock holder. Pihak manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.
Ketiga faktor tersebut adalah merupakan prilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap business going cocern. Begitu pula praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek.
Secara kasat mata kasus Enron (baik manajemen Enron maupun KAP Andersen) telah melakukan mal practice jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:
1.      Adanya praktik discrimination of information/ unfair discrimination, melalui suburnya praktik insider trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian dalam praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat oleh Bussines Round Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa:
a.       Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron berperan besar dari kebangkrutan perusahaan;
b.      Telah terjadi pelanggaran terhadap normaetika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan;
c.       Perilaku manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadapkepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
2.      Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi kepercayaan dari investor dan publik, kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya coercion atau bribery, karena pihak Gedung Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di indikasikan terlibat dalam kasus Enron ini.
3.      Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik “The big five” yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, KAP Andersen telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionalisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan knowingly and recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (deception of information).


KESIMPULAN

Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya. Pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Dilihat dari sisi KAP Andersen, tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik.Di sisi lain, Enron telah melakukan berbagai macam pelanggaran praktik bisnis yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery) dan keluar dari prinsip good corporate governance. Akhirnya Enron harus menuai suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar. KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat.











Komentar

Postingan Populer