pajak 1
1. Timbulnya Utang Pajak
Utang Pajak
adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh masyarakat (khususnya Wajib Pajak)
akibat adanya keadaan, perbuatan, atau peristiwa, yang harus dilunasi dengan
mekanisme yang berlaku dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Pengertian
hutang pajak ini diatur di beberapa peraturan perundang – undangan, seperti
Undang – undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Menurut Pasal 1 point 8 Undang – Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut, yang dimaksud dengan “Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi adminisirasi berupa bunga. denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak aiau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:2 12).
Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya
peraturan yang mendasarmya dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan), yang terdiri
dari : keadaan-keadaan tertentu, peristiwa, dan atau
perbuatan tertentu. Tetapi yang sering terjadi ialah karena keadaan, seperti pajak-pajak yang sangat penting yaitu
atas suatu penghasilan atau kekayaan, dikenakan atas keadaan-keadaan ekonomis
Wajib Pajak yang bersangkutan walaupun keadaan itu dalam kebanyakan hal
timbulnya karena perbuatan-perbuatannya. Tapi keadaan wajib pajak yang
menimbulkan hutang pajak itu sendiri. Adanya hutang pajak berhubungan dengan
adanya kewajiban masyarakat kepada Negara berdasarkan Undang – undang.
Selengkapnya
Selengkapnya
Dalam hutang
pajak ini memiliki beberapa sifat, antara lain :
1.
Jumlahnya sudah ditetapkan baik oleh masyarakat atau Fiskus;
2.
Ditetapkan jangka waktu pelunasannya;
3.
Jika terlambat bayar/kurang bayar, berakibat dikenakan sanksi;
4.
Dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pada umumnya yang berhutang
pajak ini terdiri dan seseorang tertentu, namun dapat pula ditentukan dalam
undang-undang pajak bahwa disamping orang-orang tertentu ini, ada orang (pihak)
lain yang ditunjuk untuk turut bertanggung-jawab atas pelunasan hutang pajak
ini. Penunjukan pihak lain ini didasarkan atas pertimbangan-pentimbangan
sebagai berikut:
1.
Agar fiskus mendapat jaminan yang lebih kuat bahwa utang pajak tersebut dapat
dilunasi tepat pada waktunva.
2.
Orang yang sebenarnva herhutang sukar didapat oleh fiskus. tetapi orang yang
ditunjuk diharapkan dapat dengan mudah ditemui.
Apabila
melihat timbulnya utang pajak, ada 2 (dua) ajaran yang mengatur tentang
timbulnya utang pajak tersebut, yaitu:
1.
Ajaran Formil, yaitu hutang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment
System. Contohnya : hutang pajak si A baru akan timbul sesudah
fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jadi, si A tidak mempunyai
kewajiban membayar pajak penghasilan/ pendapatannya jika fiskus belum
menerbitkan SKP nya.
2.
Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya undang – undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada Self Assessment System. Contohnya :
syarat timbulnya utang pajak bagi si A dalam contoh di atas menurut Undang –
Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2.
Cara Pengenaan Utang Pajak
a.
Pengenaan didepan
merupakan suatu cara pengenaan pajak
yang didasarkan atas suatu anggapan dan anggapan tersebut tergantung pada
ketentuan bunyi undang-undang.
b. Pengenaan di belakang (stelsel
Riil)
Pengenaan di belakan merupakan suatu
cara pengenaan pajak yan didasarkan pada keadaan yang sesungguhnya (rill)atau
nyata, yang diperoleh dalam suatu tahun pajak.
c. Pengenaan Cara Campuran
Pengenaan cara campuran merupakan
suatu cara pengenaan pajak yang mendasarkan pada kedua cara pengenaan pajak
diatas (fiksi dan rill)
3.
Hapusnya Utang Pajak
Selain hutang pajak itu dapat
timbul, hutang pajak pun dapat berakhir atau hapus. Hapusnya utang pajak dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
3.1 Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada Wajib
Pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak (wajib pajak
telah membayar) ke Kas Negara.
3.2 Kompensasi
Keputusan yang ditujukan kepada
kompensasi hutang pajak dengan tagihan seseorang diluar pajak tidak
diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai
tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak
yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak
lainnya yang terutang.
3.3
Daluarsa
Dalam penghapusan hutang pajak ini,
daluarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Daluwarsa atau lewat waktu
ialah sebagai salah satu sebab berakhirnya utang pajak dan hapusnya perikatan
(hak untuk menagih atau kewajiban untuk membayar hutang) karena lampaunya jangka
waktu tetentu, yang ditetapkan dalam unthng-undang. Hak untuk melakukan
penagihan pajak, daluarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak
saat terutangnya pajak atau berakhimya masa pajak, bagian tahun pajak atau
tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan
hutang pajak dapat ditagih lagi. Namun daluarsa penagihan pajak tertangguh,
antara lain; apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
3.4 Pembebasan
Hutang pajak tidak berakhir dalam
arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umumnya tidak
diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.
3.5 Penghapusan
Penghapusan hutang pajak ini sama
sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan Wajib Pajak
misalnya keadaan keuangan Wajib Pajak.
4.
Tarif Pajak
a.
Tarif Pajak Proporsional/Sebanding
Adalah tarif pemungutan pajak yang
menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus
dibayar).
Contoh:
a.
Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%.
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
|
PPN
Terutang
|
Rp
1.000.000,-
|
10%
|
Rp
100.000,-
|
Rp
5.000.000,-
|
10%
|
Rp
500.000,-
|
Rp
7.000.000,-
|
10%
|
Rp
700.000,-
|
Rp
10.000.000,-
|
10%
|
Rp
1.000.000,-
|
b.
Untuk PBB mengunakan tarif 0.5%.
c.
Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%.
b.
Tarif Pajak Progresif
Adalah
tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
Contoh:
Undang-Undang
No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.
Pasal 17
a.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan
Penghasilan kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai
dengan Rp 25.000.000,00
|
5%
|
di
atas Rp 25.000.000,00
|
10%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
15%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00
|
25%
|
Di
atas Rp 200.000.000,00
|
35%
|
Tarif progresif dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1)
Tarif Progresif-Proporsional
Persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat dan besarnya peningkatan
dari tarifnya sama besar.
Lapisan
Penghasilan kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Tarif
Kenaikan
|
Sampai
dengan Rp 25.000.000,00
|
5%
|
-
|
di
atas Rp 25.000.000,00
|
10%
|
5%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
15%
|
5%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00
|
25%
|
5%
|
2)
Tarif Progresif-Progresif
Persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat dan besarnya peningkatan
dari tarifnya semakin besar.
Undang-Undang
No.17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan
Pasal 17
Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk sebagai berikut:
Lapisan
Penghasilan kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai
dengan Rp 50.000.000,00
|
10%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
15%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00
|
30%
|
3)
Tarif Progresif-Degresif
Persentasenya
semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat dan besarnya peningkatan
dari tarifnya semakin kecil.
Lapisan
Penghasilan kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Tarif
Kenaikan
|
s.d.
Rp 25.000.000,00
|
5%
|
-
|
Di
atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00
|
10%
|
5%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
14%
|
4%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00
|
17%
|
3%
|
c.
Tarif Pajak Tetap
Tarif
tetap adalah Tarif pajak yang besarnya jumlah pajak terutang selalu tetap
(sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak.
Contoh:
Besarnya
tarif Bea Materai untuk Cek dan Bilyet giro dengan nilai nominal berapapun
adalah Rp 3.000,00.
d.
Tarif Pajak Degresif
Adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak
semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah
pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak
|
Tarif Pajak
|
s.d.
Rp 25.000.000,00
|
10%
|
Di
atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00
|
9%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
8%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00
|
7%
|
Tarif degresif dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1)
Tarif Degresif-Proporsional
Adalah
tarif yang prosentasenya semakin menurun (kecil ) jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat, dan besarnya penurunan dari tarifnya adalah sama besar.
Contoh:
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
|
Tarif
Pajak yang terhutang
|
Rp
10.000.000,00
|
25 %
|
-
|
Rp
2.500.000,00
|
Rp
20.000.000,00
|
20%
|
5 %
|
Rp
4.000.000,00
|
Rp
30.000.000,00
|
15%
|
5 %
|
Rp
4.500.000,00
|
Rp
40.000.000,00
|
10 %
|
5 %
|
Rp
4.000.000,00
|
2)
Tarif Degresif-Degresif
Adalah
tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat, dan besarnya penurunan tarifnya semakin kecil.
Contoh:
Contoh:
Dasar Pengenaan
Pajak
|
Tarif Pajak
|
Penurunan
|
Tarif Pajak yang terhutang
|
Rp
10.000.000,00
|
40
%
|
-
|
Rp
4.000.000,00
|
Rp
20.000.000,00
|
25%
|
15
%
|
Rp 5.000.000,00
|
Rp
30.000.000,00
|
15%
|
10
%
|
Rp
4.500.000,00
|
Rp
40.000.000,00
|
10
%
|
5
%
|
Rp
4.000.000,00
|
3)
Tarif Degresif-Progresif
Adalah
tarif pajak yang prosentasenya semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat dan besarnya penurunan tarifnya semakin besar.
Contoh:
Contoh:
Dasar Pengenaan
Pajak
|
Tarif Pajak
|
Penurunan
|
Tarif Pajak yang terhutang
|
Rp
10.000.000,00
|
40
%
|
-
|
Rp
4.000.000,00
|
Rp
20.000.000,00
|
35%
|
5
%
|
Rp 7.000.000,00
|
Rp
30.000.000,00
|
25%
|
10
%
|
Rp 7.500.000,00
|
Rp
40.000.000,00
|
10
%
|
15
%
|
Rp 4.000.000,00
|
e.
Tarif Pajak Advalorem
Adalah suatu tarif dengan persentase
tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang
dengan besaran tarif menggunakan prosentase
f.
Tarif Pajak Spesifik
Adalah tarif dengan suatu jumlah
tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang
tertentu.
Komentar
Posting Komentar